Kebijakan Mendag Soal Minyak Goreng Kurang Efektif, Wajar Jika Disalahkan

Anggota Komisi VII DPR RI, Rudi Hartono Bangun/Net
Anggota Komisi VII DPR RI, Rudi Hartono Bangun/Net

Ada posisi dilematis yang sedang dihadapi Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkait persoalan minyak goreng.


Dikatakan Anggota Komisi VII DPR Rudi Hartono Bangun, pemerintah sejauh ini terus berupaya menangani permasalahan lonjakan harga minyak goreng dalam negeri. Tapi di sisi lain, banyak negara membutuhkan pasokan minyak goreng dari Indonesia.

“Saya bukan bermaksud membela Pak Menteri (Mendag Lutfi). Tapi saya realistis bahwa minyak goreng adalah kebutuhan masyarakat dunia, bukan hanya Indonesia. Masyarakat dunia demand atau permintaannya juga ke Indonesia,” kata Rudi dalam keterangan tertulisnya dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (19/3).

Rudi berujar, tingginya permintaan minyak goreng Indonesia diperparah dengan dampak perang Rusia dengan Ukraina. Dua negara yang selama ini memproduksi minyak dari bunga matahari itu tidak bisa melakukan ekspor karena konflik yang masih terus berlangsung.

Karena tingginya permintaan dalam negeri, kebijakan yang diambil Kemendag RI pun menjadi kurang efektif akibat tekanan pasar.

“Jadi kalau misalnya Mendag disalahkan soal minyak goreng ini, ya terima saja,” lanjut politisi Nasdem ini.

Di sisi lain, ia mengkritisi kebijakan Mendag Lutfi yang mencabut kebijakan wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya.

“Kami ingatkan Kementerian Perdagangan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) jangan asal-asalan dalam menerapkan kebijakan ini,” tegas Rudi.

Kebijakan tersebut diketahui tindaklanjut dari keputusan pemerintah melepaskan harga minyak goreng ke pasar. Dalam salah satu ketentuannya, disebutkan pengajuan izin ekspor kini tidak lagi harus meminta izin dari Kemendag.