Aktivis 98 Minta Setop Kerjasama Asing dalam Pembiayaan IKN Nusantara

Ibukota Negara (IKN) Nusantara merupakan tempat kepala negara dan kepala pemerintahan bekerja dan tinggal, serta pusat pemerintahan Indonesia.


Karena itu, pembiayaan proyek pembangunan IKN Nusantara akan lebih terhormat jika bersumber dari Anggaran Pendapatan Nasional (APBN), bukan biaya dari pihak asing.

Demikian disampaikan aktivis dari Simpul Advokasi Angkatan '98 (Siaga), Hasanuddin. Menurut dia, IKN Nusantara merupakan simbol kedaulatan negara.

Oleh karenanya, sumber pembiayaan IKN berdasarkan Pasal 24 ayat 1 huruf b yang menyatakan: "Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" perlu dimaknai sebagai bentuk gotong-royong nasional, dan/atau dibukanya keterlibatan potensi nasional untuk membantu pembiayaan pembangunan IKN.

"Jika dimaknai pasal tersebut sebagai pintu masuk keterlibatan asing, maka benarlah tudingan sebagian pihak bahwa pemindahan IKN semata soal membuat 'proyek investasi' untuk kepentingan di luar kepentingan nasional," kata Hasanuddin dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (26/3).

Selain itu, patut diduga sebagai bentuk baru 'kerja sama dengan interest tertentu' atas nama pemindahan ibukota yang berpotensi mencari keuntungan.

Oleh karenanya, Siaga 98 meminta pihak terkait until menyetop kerja sama asing dalam pembiayaan IKN Nusantara. Hal itu demi menjaga martabat, kerhormatan, dan kedaulatan bangsa.

"Terhadap hal ini, kami meminta stop kerja sama dengan asing untuk pembiayaan IKN, demi martabat, kerhormatan, dan kedaulatan bangsa. Kerja sama ini berpotensi memiliki interest tertentu," tegasnya.

Ia juga berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI terlibat untuk melakukan pencegahan, pengawasan, dan monitoring terhadap skema serta sumber pembiayaan pembangunan IKN.