Desi Armando

https://rmol.id/read/2022/04/16/530619/desi-armando#:~:text=SAYA harus memuat naskah ini: sebagai imbangan tulisan saya soal Ade Armando. Saya tidak kenal nama penulis itu: Desi Suyamto. 
https://rmol.id/read/2022/04/16/530619/desi-armando#:~:text=SAYA harus memuat naskah ini: sebagai imbangan tulisan saya soal Ade Armando. Saya tidak kenal nama penulis itu: Desi Suyamto. 

Salah satu artikel yang dipublikasikannya berjudul Measuring Similarity of Deforestation Patterns in Time and Space across Differences in Resolution.

Pusat studi IPB itu banyak meneliti tentang orang utan �"yang akan punah tahun 2050.

Berikut tulisannya yang ditujukan kepada saya: Abah Dahlan Iskan,

Sebagai seorang akademisi, prestasi Ade Armando, tak seharusnya melulu diukur hanya berdasarkan popularitas di mata mahasiswa dan pendapat dosen koleganya saja.  Bias!

Prestasi seorang akademisi seperti Ade Armando juga harus diukur berdasarkan capaian publikasi ilmiahnya. 

alah satunya, untuk skala nasional, capaian publikasi ilmiah para dosen diukur menggunakan SINTA INDEX, sebuah metrik capaian publikasi ilmiah yang dibuat oleh Kemdikbud.

Mari kita lihat posisi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX!

Di antara sesama dosen di dalam Kampus UI, capaian publikasi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX hanya menduduki peringkat ke-1500 lebih!

Di antara seluruh dosen di Indonesia, capaian publikasi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX lebih buruk lagi, hanya menduduki peringkat ke-53.000 lebih!

Itu baru menggunakan metrik capaian publikasi ilmiah yang skalanya nasional, Abah!

Untuk skala internasional, umumnya digunakan metrik capaian publikasi ilmiah SCOPUS INDEX. 

Mari kita lihat capaian publikasi ilmiah dari Ade Armando berdasarkan metrik SCOPUS INDEX yang beala internasional:

https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=56158137900

H-INDEX SCOPUS dari Ade Armando hanya bernilai 1. 

Usia Ade Armando sudah 60 tahun, menjadi dosen di UI sejak tahun 1990. Berarti Ade Armando telah menjadi dosen di UI selama umur rezim Orde Baru.

Tapi capaian publikasi ilmiah internasionalnya masih kalah dengan seorang mahasiswa pascasarjana yang baru lulus! 

Ade Armando hanya memiliki nilai H-INDEX SCOPUS = 1. 

Ke mana saja Ade Armando selama ini? Sibuk berpolitik? Jadi, Ade Armando itu memilih jalan hidup sebagai akademisi atau sebagai politisi?

Jika Ade Armando memang merupakan sosok akademisi kredibel kaliber internasional, dengan lama karirnya sebagai dosen sudah 32 tahun, capaian H-INDEX SCOPUS-nya ya  seharusnya minimal telah mencapai nilai lebih dari 10. 

\Untuk para akademisi negara-negara maju, bahkan dengan usia yang masih di bawah Ade Armando sekalipun, H-INDEX SCOPUS-nya rata-rata bernilai lebih dari 20. 

Kenapa metrik capaian publikasi ilmiah seorang akademisi penting? Karena hal itu bisa mengindikasikan keseriusan seorang akademisi dalam menghasilkan gagasan-gagasan ilmiah atau hasil-hasil riset ilmiah yang kredibel, berkualitas dan inovatif! 

Abah! Jika seorang akademisi tak mampu menghasilkan gagasan-gagasan ilmiah atau hasil-hasil riset ilmiah yang kredibel, berkualitas dan inovatif, yang bisa menembus publikasi ilmiah internasional yang proses reviewnya sangat ketat, lalu apa yang mau disampaikan ke para mahasiswanya?  Hasil riset orang lain?

Gagasan ilmiah orang lain?

Sama sekali tak ada docere, delectare, movere kalau dalam mengajar tak ing ngarso sung tuladha.   

Selanjutnya, kenapa saya sebut di atas, Ade Armando harus memutuskan untuk memilih salah satu, apakah mau menjadi seorang akademisi ataukah menjadi seorang politisi.  Berlaku juga untuk yang lainnya!

Mengapa?

Karena sebagai seorang akademisi itu ya seharusnya madeg pandita, jadi seorang ''wiku'' sejati.  "Lurus, siap menempuh jalan sunyi", kata salah seorang saintis dan dosen terbaik yang masih dimiliki negeri ini: Prof Daniel Murdiyarso.

Penyakit ingroup favoritism dan outgroup derogation ini sama bahayanya dengan penyakit Islamofobia dan penyakit rasialisme lainnya. 

Semoga peradaban bangsa ini tidak kolaps seperti Anasazi!rmol news logo article