Buka Bedah Buku Garuda Mukha, Bupati Ungkap Mimpi Wujudkan Kejayaan Lamongan Abad IX-XV

Bupati Lamongan Yuhronur Efendi/RMOLJatim
Bupati Lamongan Yuhronur Efendi/RMOLJatim

Menginjak 1001 tahun Garuda Mukha lencana di Bumi Lamongan bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Lamongan (HJL) Ke-453 tahun 2022, Selasa (24/5).


Bupati Lamongan Yuhronur Efendi membuka secara langsung Sarasehan dan Bedah Buku Garuda Mukha ‘sebuah kejayaan dicapai lewat perjuangan’ karya Supriyo, dkk di Aula Pertemuan Gajah Mada Pemkab Lamongan.

Sarasehan yang mengungkap kejayaan Lamongan abad IX-XV itu begitu menarik Bupati Yuhronur untuk turut terlibat. Termasuk melihat sendiri bukti prasasti yang saat ini tersimpan baik di museum Jakarta.

Dalam sambutannya, Bupati yang akrap disapa Pak Yes mengatan bahwa tepat 1000  tahun lalu, kejayaan Lamongan telah dimulai. Ini dibuktikan melalui pengukuhan prasasti cane oleh Sri Maharaja Airlangga di Desa Candisari Kecamatan Sambeng dengan simbol Garudamukha.

Hal itu, menurut Pak Yes patut menjadi teladan dan spirit perjuangan dalam mencapai kejayaan Lamongan seperti yang telah dicapai di masa lampau.  

“Bahwa tiada kejayaan tanpa perjuangan, memang untuk mencapai sesuatu itu harus lewat perjuangan. Seperti kata pengantar saya di Buku Garudamukha. Jelas ini sesuai visi saya bersama Kiai Rouf mewujudkan kejayaan Lamongan yang berkeadilan. Untuk mewujudkan itu tidak akan terwujud tanpa perjuangan,” ucap Bupati Yes dikutip Kantor Berita RMOL Jatim, Selasa (24/5).

Melalui spirit ini pula yang mendorong Bupati Yes merekonstruksi ulang kejayaan itu untuk menuju kejayaan Lamongan yang berkeadilan seperti yang dicita-citakan.

“Saya ingin mendapat spirit, spirit kita bersama, bahwa sesungguhnya kejayaan itu dapat diwujudkan dengan perjuangan. Selain kejayaan itu, kita ingin menunjukkan bahwa Lamongan telah mengalami kejayaannya di masa lampau. Dibuktikan dengan prasasti cane yang berusia 1000 tahun dan tahun ini 1001 tahun,” imbuhnya.

Bupati Yes juga menjelentrehkan makna dari tema HJL Ke-453, Kolaborasi untuk menuju pembangunan inklusif.

“Kolaborasi artinya kita bergandeng tangan, bersama-sama untuk membuat kekuatan untuk menuju pembangunan inklusif. Lantas apa itu Pembangunan inklusif itu, yakni pembangunan yang terbuka, siapa saja ikut serta dan saling menghargai bersama-sama bergerak untuk mencapai visi dan misi bersama,” jelasnya.

Acara yang turut diikuti Kades dan kepala sekolah tingkat SD hingga SMA Se-Lamongan tersebut menghadirkan sang penulis buku, Supriyo serta narasumber lainnya seperti Dwi Cahyono (Dosen Universitas Negeri Malang) serta Adrian Perkasa (Dosen Universitas Airlangga) secara zoom meeting dari Universitas Leiden, Belanda.

Supriyo yang juga budayawan Lamongan tersebut mengungkapkan banyak hal terkait penemuannya selama ini. Ia bahkan sangat kagum dan takjub akan kejayaan masa lampau di bumi Lamongan.

“Banyak sekali prasasti di Bumi Lamongan, selain prasasti cane. Ada juga prasasti Balawi tahun 1227 s/1305 M (Blawirejo), prasasti Lamongan (Jayanegara), prasasti Biluluk dan banyak lagi prasasti-prasasti yang ditemukan,” ucapnya.

Selain prasasti, lanjut Supriyo, banyak juga ditemukan keramik dari berbagai negara yang sangat antik dan bernilai seni tinggi. Tentu ini menunjukkan masyarakat Lamongan sangat makmur dan sejahtera.

“barang-barang seperti vas, piring dari keramik ini tentu dimiliki oleh orang kaya. Jelas ini menunjukkan masyarakat Lamongan waktu itu sangat sejahtera,” tutupnya.