Wacana Wartawan Menerima Tunjangan dari Pemerintah Ditolak PWI

Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang (kanan di baris depan) bersama Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari dalam rapat Dewan Kehormatan PWI Pusat, Jumat (1/7)/Ist
Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang (kanan di baris depan) bersama Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari dalam rapat Dewan Kehormatan PWI Pusat, Jumat (1/7)/Ist

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat secara tegas menolak wacana agar wartawan yang telah dinyatakan kompeten mendapat gaji atau tunjangan dari pemerintah. Penegasan itu disampaikan Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari dan Ketua Dewan Kehormatan Ilham Bintang usai menggelar rapat di Kantor PWI Pusat Jumat  siang (1/7).


Tanggapan PWI Pusat terkait wacana dan usulan pemberian tunjangan bagi wartawan menurut Ilham Bintang perlu segera disampaikan agar usulan keliru tersebut tidak berkembang menjadi isu liar di dalam masyarakat.

"UU Pers 40/1999 jelas-jelas menyebutkan fungsi pers dan wartawan melakukan kontrol sosial. Kode Etik Jurnalistik pun tegas-tegas melarang wartawan menerima sesuatu apapun dari sumber berita. Jadi wartawan yang menerima tunjangan pemerintah merupakan pelanggaran berat dalam KEJ (Kode Etik Jurnalistik). Bagaimana fungsi kontrol bisa jalan  kalau wartawan menerima gaji atau tunjangan dari pihak yang mau dikontrolnya?” ujar Ilham Bintang dengan tegas diberitakan Kantor Berita Politik RMOL.  

Rapat DK-PWI menilai usulan wartawan yang telah lulus ujian kompetensi mendapat tunjangan pemerintah terlontar dari segelintir wartawan yang sesat pikir. Usulan itu jelas bertentangan dengan tuntutan dasar profesi wartawan yang harus bersikap independen.

Di saat bersamaan Ketua Umum PWI Atal S Depari mengatakan, bantuan pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah dapat terus dilanjutkan dalam upaya pengembangan institusi Pers secara keseluruhan. Namun bantuan itu hendaknya diwujudkan dalam bentuk program seperti uji kompetensi wartawan, pendidikan wartawan dan sebagainya.

“Jadi yang dibantu institusi bukan personal wartawan,” katanya.

Dalam rapat tersebut terungkap beban berat lembaga pers akhir-akhir ini terutama akibat pandemi Covid-19 lebih dua tahun terakhir.  

UU 40/1999 pun menegaskan Pers juga lembaga ekonomi yang harus mampu menghidupi dan menjaga kesejahteraan wartawan. Namun dalam pelaksanaan fungsi ekonomi itu, fungsi Pers yang pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen demokrasi harus terus dijaga independensinya. Ruh profesi ada disana. Bantuan kepada Pers bisa dalam bentuk pengurangan pajak atau program kemitraan lain.

Terkait dengan usulan gaji atau tunjangan bagi wartawan kompeten, anggota Dewan Kehormatan PWI yang juga anggota Dewan Pers Tri Agung Kristanto menyatakan sikap pihaknya pada posisi menolak terhadap semua hal yang berpotensi mengurangi independensi profesi wartawan. Meskipun tugas pengembangan lembaga Pers tetap harus dilakukan bersama oleh seluruh komponen bangsa.

Rapat yang dihadiri Sekretaris DK Sasongko Tedjo, anggota Tri Agung Kristanto yang juga anggota Dewan Pers, Asro Kamal Rokan, Rajapane dan Nasihin Masha itu juga menyoroti program program internal organisasi PWI yang belum terlaksana karena kendala pandemi seperti sosialisasi PD PRT, Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan.

Dalam rapat Atal menjanjikan memprioritaskan sosialisasi seluruh produk kongres PWI Solo 2018 segera dilaksanakan tahun ini, termasuk Rapat Kerja Nasional (Rakernas PWI).

“Kalau ada hal yang perlu diperbaiki atau direvisi nanti dibahas pada Kongres PWI tahun 2023," kata Atal.

Rapat tersebut juga memutuskan mengangkat wartawan senior Dhimam Abror sebagai anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat menggantikan Suryopratomo yang mengundurkan diri karena mendapatkan tugas negara sebagai Duta Besar RI untuk Singapura beberapa waktu lalu.