Para Aktivis dan Akademisi Banyuwangi Soroti Berbagai Isu Dunia Pendidikan

Sejumlah aktivis dan praktisi pendidikan diskusi dengan tema Mengkritisi Kebijakan Bupati Banyuwangi di Bidang Pendidikan/RMOLJatim
Sejumlah aktivis dan praktisi pendidikan diskusi dengan tema Mengkritisi Kebijakan Bupati Banyuwangi di Bidang Pendidikan/RMOLJatim

Belasan aktivis dan dosen di Kabupaten Banyuwangi menyoroti berbagai kasus hingga kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Mereka berkumpul dalam sebuah diskusi di sebuah kafe di bilangan Kecamatan Genteng.


Hadir dalam diskusi dengan tema ‘Mengkritisi Kebijakan Bupati Banyuwangi di Bidang Pendidikan’ itu Ketua PGRI Banyuwangi Sudarman, sejumlah dosen dari 3 kampus di Banyuwangi, serta beberapa aktivis peduli dunia pendidikan.

Inisiator diskusi, Mukhlisin mengatakan, diskusi ini berangkat dari sejumlah kekhawatiran dan persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan pada kepemimpinan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dan Wabup Sugirah.

“Ada sejumlah persoalan yang perlu diungkap, agar masyarakat tahu kalau Banyuwangi ini sedang tidak baik-baik saja,” katanya saat membuka diskusi, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (6/8).

Misalnya, dalam pemilihan kepala MKKS atau musyawarah kerja kepala sekolah, pemerintah kabupaten diduga melakukan intervensi atau bahkan ditarik-tarik ke ranah politik. Hal ini, kata dia, dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja para guru yang pada akhirnya masyarakat yang dirugikan.

“Diskusi-diskusi seperti ini nantinya akan kita lakukan satu bulan sekali. Khususnya terkait kebijakan bupati,” cetus Mukhlisin.

Sudarman menambahkan, semestinya setiap perkembangan dunia pendidikan ini terus dikawal, harus dilaksanakan secara regulatif.

“Kita juga memberikan saran kepada pemerintah daerah lewat dinas pendidikan, agar setiap kebijakannya harus sesuai dengan regulasi-regulasi,” paparnya.

Misalnya, seperti mutasi kepala sekolah yang seharusnya mengacu Permendikbud 40/2021, yang didalamnya harus berdasar kepada penilaian kinerja kepala sekolah oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi.

“Kelihatannya itu tidak dilakukan, karena nilai daripada kinerja kepala sekolah itu tidak diberikan kepada kepala sekolah, sehingga kepala sekolah tidak tahu seperti apa dan berapa nilainya,” ungkap Sudarman.

“Harusnya mereka mengetahui kekurangannya dimana untuk diperbaiki. Karena memang salah satu dari tujuan kinerja itu untuk refleksi kerja. Sebagai pedoman untuk kinerja tahun berikutnya,” imbuhnya.

Selain itu, yang dicermati dalam diskusi tersebut tentang perundungan dan intoleransi seperti yang disampaikan oleh Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim, agar tidak terjadi di Banyuwangi.

“Seperti yang dikatakan oleh Pak Nadiem Makarim bahwa dosa besar pendidikan ini ada tiga, intoleransi perundungan, dan pelecehan seksual,” katanya.

Dalam diskusi tersebut, muncul beberapa gagasan-gagasan yang akan dimatangkan pada pertemuan-pertemuan mendatang.