Tolak Kenaikan BBM, Politisi Demokrat Jatim: Beban Rakyat Makin Berat

foto/RMOLJatim
foto/RMOLJatim

Anggota DPRD provinsi Jatim Agusdono Wibawanto menilai kebijakan pemerintah untuk menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat tidak tepat. Kebijakan itu dinilai akan membebani masyarakat kecil, karena menyebabkan harga kebutuhan pokok melambung.


“Sikap kami tetap menolak, sebab kondisi masyarakat yang secara ekonomi belum stabil, dan pastinya akan ada kenaikan harga-harga pangan di pasar-pasar, ini pasti akan membuat masyarakat kehidupannya semakin berat,” tandasnya.

Gus Don, panggilan akrab Agus Dono Wibawanto, mengatakan, kebijakan pemerintah mengucurkan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk mengantisipasi kenaikan harga pangan juga tidak efektif. Pasalnya, banyak penyaluran BLT yang tidak menyentuh masyarakat miskin, sehingga memungkinkan melonjaknya angka kemiskinan.

“Program-program BLT (Bantuan Tunai Langsung) yang dijanjikan pastinya tidak akan menyentuh kesemua lapisan yang berdampak,” kata politisi senior Partai Demokrat Jatim itu.

Gus Don menyebutkan, bahwa subsidi itu pada intinya kan wujud kehadiran negara dan pemerintah dalam aspek mensejahterakan rakyatnya. Kenapa harus menjadi beban.

“Bantu rakyatnya kok beban, kan aneh itu,” selanya.

“Harusnya pemerintah berani mengambil langkah cepat, dengan melakukan moratorium pembangunan infrastruktur yang jelas-jelas membutuhkan biaya besar, dan terkesan dipaksakan, dan belum jelas manfaatnya dalam jangka pendek ini,” sambungnya.

Gus Don menjelaskan, pemerintah harusnya bijak, kalau memang posisi keuangan masih minim, seharusnya yang dihentikan dulu adalah proyek-proyek besar, infrastruktur yang jelas-jelas belum bisa bermanfaat buat masyarakat secara langsung, itu yang harus dihentikan dulu.

“Pada dasarnya minyak mentah itu kan di explorasi dari bumi kita sendiri. Dan seharusnya sejak dulu pemerintah sudah harus bermain juga di hillir dengan meningkatkan kapasitas dan produk BBM sendiri, diolah di negara sendiri. Akibat kita beli BBM dari luar negeri dengan harga patokan luar negeri, ya jadinya mahal harganya,” cetusnya.

Penasehat fraksi partai Demokrat DPRD provinsi Jatim ini menyampaikan, intinya subsidi itu kewajiban negara dan wujud kehadiran negara kepada rakyatnya, untuk membantu dan mensejahterakan rakyat, kenapa harus galau dan tertekan.

Sebagai perbandingan, di negara Malaysia RON 95 dijual Rp 6.642 per liter. Sementara di Indonesia RON 92 (Pertamax) Rp 12.500 per liter (sekarang naik menjadi Rp14.500)

RON 90 (Pertalite) Rp 7.650 (sekarang naik menjadi Rp 10.000). Jenis BBM/RON lebih tinggi, harga lebih murah dan Petronas untung Rp 853 Triliun tapi kenapa Pertamina malah rugi Rp 191 Triliun.