Angka perceraian di Kabupaten Gresik, setiap tahun terus meningkat cukup signifikan. Sebab, hingga September ini sudah tercatat lebih dari 1.900 orang yang mengajukan perceraian. Menurut Humas Kantor Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Gresik, Kamaruddin Amri, mayoritas yang mengajukan gugatan perceraian merupakan kelompok usia di bawah 35 tahun.
- Pencarian Hari Ketiga Perahu Terbalik, Tim SAR Gabungan Temukan Satu Korban
- Pendemo Anti-Vaksinasi Pukuli Direktur Rumah Sakit Hingga Babak Belur
- Jalani Ekspedisi Keliling Dunia 214 Hari, Ini Rute yang Dilalui KRI Bima Suci
Angka perceraian di Kabupaten Gresik, setiap tahun terus meningkat cukup signifikan. Sebab, hingga September ini sudah tercatat lebih dari 1.900 orang yang mengajukan perceraian.
Menurut Humas Kantor Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Gresik, Kamaruddin Amri, mayoritas yang mengajukan gugatan perceraian merupakan kelompok usia di bawah 35 tahun.
"Jika dikategorisasi berdasar generasi, para calon duda dan calon janda yang mengajukan perceraian termasuk kalangan milenial. Karena, mereka rata-rata kelahiran antara 1981-1996," ujarnya kepada Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (29/9).
"Mereka yang mengajukan gugatan perceraian, rata-rata usia pernikahannya berlangsung tidak lebih dari 10 tahunan," sambungnya.
Amri menambahkan, berdasar data yang dimiliki Pengadilan Agama (PA) Gresik, hingga September ini sudah mencatat sebanyak 1.914 kasus perceraian. Perinciannya, 1.426 kasus cerai gugat (pihak istri yang menuntut cerai) dan 489 kasus cerai talak (suami yang mengajukan talak perceraian).
"Yang memicu kasus perceraian ini, kebanyakan permasalahan ekonomi. Baik dalam hal tidak mampu mencukupi kebutuhan maupun tidak mampu lagi memberikan nafkah. Atau karena pihak suami tidak memiliki pekerjaan,” ungkapnya Hakim PA ini.
“Kondisi itulah yang menjadi penyebab dari perceraian yang selama ini kami tangani,” ucapnya.
Selain itu, ada sejumlah permasalahan lain yang membuat timbulnya perceraian. Seperti, penelantaran atau melalaikan hak dan tanggung jawab lainnya hingga kekerasan dalam rumah tangga. Kondisi ini tentu kedudukan istri dan anak menjadi kelompok yang rentan menjadi korban,” tuturnya.
Padahal, pasca bercerai, masih ada kewajiban yang melekat kepada pihak suami terutama bagi yang memiliki buah hati. Salah satunya, menjamin kehidupan bagi anak hingga tumbuh dewasa," imbaunya.
Hal ini di katakan Amri, menjadi satu indikator bahwa pernikahan masih banyak yang belum dipahami sebagai penyelesaian masalah. Padahal, pernikahan itu harus berangkat dari niat tulus dan penuh tanggungjawab dari kedua belah pihak (suami dan istri).
"Selama ini PA pun terus melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus percarian tersebut. Terlebih, permohonan cerai hingga sebelum mendapat putusan, harus melalui berbagai tahapan. “Baik mediasi maupun menyediakan lembaga konseling sebagai upaya mendamaikan masing-masing pihak,” tandasnya.
"Apa yang dilakukan oleh PA selama ini, perlu dukungan dari orang-orang dekat pasutri agar berjalan efektif. Baik itu, pihak keluarga, tokoh agama, dan masyarakat sekitarnya. Karena lembaga PA merupakan benteng terakhir. Keputusan terakhir bergantung kepada masing-masing pihak,” pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Tagih Janji, Warga Mengare Geruduk KEK JIIPE Manyar Gresik Tuntut PT Freeport Indonesia
- Pabrik Asam Sulfat PT Freeport Indonesia Terbakar, Perusahaan Klaim Tak Ada Korban Jiwa
- Belum Genap Sebulan Beroprasi, Pabrik PT Freeport Indonesia Meledak dan Terbakar