Reses, Ajeng Dicurhati Penyandang Disabilitas Belum Dapat Perhatian dari Pemkot Surabaya

Teks fito: Ajeng Wira Wati mendapat keluhan dari warga Simokerto penyandang Disabilitas/RMOLJatim
Teks fito: Ajeng Wira Wati mendapat keluhan dari warga Simokerto penyandang Disabilitas/RMOLJatim

Masa Reses Tahun Sidang ke IV Masa Persidangan ke 1 Tahun Anggaran 2022, di manfaatkan oleh Wakil Ketua Komisi D DPRD kota Surabaya, Ajeng Wira Wati untuk bertatap muka dengan warga Tambakmadu RW-04, 07 dan 09, Kelurahan Simokerto, Surabaya, Senin (17/10).


Dalam kesempatan itu, politisi Gerindra Surabaya ini mengaku prihatin dengan pertanyaan warga terkait program pemberdayaan penyandang disabilitas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang di nilainya belum mendapat perhatian serius.

Hal ini menanggapi keluhan Rudiono, salah satu warga penyandang disabilitas dari RT-03/RW-09, Simokerto. 

Ia bersama istrinya merupakan penyandang disabilitas yang berharap adanya keseriusan pemerintah untuk memberdayakannya agar berpenghasilan layak.

“Begitu banyak program dan anggaran Pemkot yang saya sampaikan ternyata minim untuk peningkatan kesejahteraan penyadang disabilitas. Beliau menyatakan dengan tegas, disabilitas itu tidak ingin di kasihani, tetapi menanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani problem kesempatan disabilitas, jangan sampai membuat mereka termarjinalkan atau bahkan tidak terlihat,” kata Ajeng dikutip Kantor Berita RMOLJatim usai pertemuan.

Di ketahui, Rudiono mengalami keterbatasan sejak kecil akibat kecelakaan. Sedangkan istri Rudiono sudah menjadi penyandang disabilitas sejak lahir. 

Selama ini, mereka tinggal di rumah kontrakan dan memiliki usaha warung kopi dan penjahit.

Pada tahun 2019 lalu, mereka mendapatkan kartu KKS dari RW setempat. Namun sampai sekarang kartu itu tidak ada isinya.

“Dari sisi pendidikan juga di rasa minim. Seharusnya warga penyandang disabilitas seperti ini di beri kemudahaan dan kesempatan membuka peluang usaha lebih besar untuk mencari nafkah di sektor informal,” papar bendahara Fraksi Gerindra DPRD kota Surabaya ini. 

“Pelatihan dulu juga pernah di ikuti selama 3 hari, tetapi kemudian tidak ada pendampingan lanjutan untuk perkembangan usahanya. Sehingga bagi mereka keterbukaan dunia kerja bagi disabilitas di Surabaya masih sangat kecil karena tidak ada kebijakan yang mendukung disabilitas untuk mandiri,” imbuh Ajaeng.

Lantas, Ajeng memaparkan berbagai program pemberdayaan disabilitas yang di miliki oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabya. 

Yakni di antaranya program PKH disabilitas, penyediaan rumah susun (Rusun) dan pendidikan.

Bahkan saat ini, lembaga DPRD kota Surabaya tengah menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda) inisiatif tentang tenaga kerja untuk para penyandang disabilitas. 

Raperda ini nanti, mengatur kewajiban perusahaan - perusahaan untuk memberikan space lowongan kerja bagi para penyandang disabilitas di Surabaya.

“Tetapi sayangnya semua program ini, belum dirasakan maksimal bagi mereka. Untuk itu saya akan sampaikan dan meminta ada program terintegrasi mengenai penangan disabiltas khususnya untuk MBR dan DTKS supaya tidak ada lagi luput bantuan dan pendampingan pemerintah,” tandas Ajeng.

Selain program disabilitas, muncul juga pernyataan warga soal penanganan surat ijo, cakupan jaringan pipa PDAM yang belum terpasang karena terkendala dengan sertifikat rumah dan penerangan jalan umum. 

Bahkan banyak warga yang bertanya soal kartu kesejahteraan sosial (KKS) dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang isinya kosong.

“Saya dan komisi sudah menggagas stikerisasi bagi penerima intervensi pemerintah baik pusat maupun daerah. Tetapi ada miss di pe-nama-annya. Kita minta stikerisasi untuk transparansi, menjauhi salah sasaran penerima manfaat. Sehingga yang tercetak harusnya stiker penerima manfaat bukan keluarga miskin,” papar Ajeng menanggapi keluhan warga soal KKS yang kosong itu.

“Kata miskin tidak perlu di sebut, tetapi di cantumkan saja dalam undang-undang, Permensos dan Perwali untuk mengatur kriteria penerima bantuan. Dengan embel-embel miskin di khawatirkan orang tersebut putus asa. Jadi pemerintah harus sesuaikan saran dan aspirasi dari warga ini,” pungkas Ajeng.