Pimpinan Banggar DPRD Banyuwangi, Michael Usulkan Anggaran Mamin SKPD Dipangkas

Pimpinan Banggar DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto/dok. RMOLJatim
Pimpinan Banggar DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto/dok. RMOLJatim

Pimpinan Badan Anggaran atau Banggar DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto akan mengusulkan anggaran makan dan minum (mamin) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dipangkas.


Hal itu, menyusul dugaan korupsi yang tengah ditangani Kejaksaan Negeri Banyuwangi yang menemukan adanya kerugian negara sekitar Rp 480 juta. Kepala BKPP Banyuwangi, NH, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar UU 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Diketahui, berdasarkan hitungan awal tim jaksa penyidik hampir separuh anggaran mamin yang dikorupsi mencapai sekitar separuh dari total Rp 997.777.500 pada tahun anggaran 2021.

“Kalau memang BKPP terbukti memainkan anggaran saya minta kejaksaan memproses sesuai undang-undang yangg berlaku sebagai pembelajaran SKPD lainnya supaya tidak main-main,” tegasnya yang juga Pimpinan DPRD Banyuwangi kepada RMOLJatim, Rabu (2/11).

Meski pahit, dari peristiwa ini agar dapat menjadi pembelajaran bagi SKPD lainnya. Bahkan, Michael mengaku, akan mengkaji dan meninjau ulang anggaran mamin di seluruh satuan kerja (satker) Pemda Banyuwangi.

“Kita akan meninjau dan mengkaji dulu sebelum mengusulkan anggaran mamin di seluruh satker dipangkas,” cetusnya.

Menurutnya, dengan adanya kasus ini Kejari Banyuwangi juga dapat menjadikan kejadian ini sebagai pintu masuk untuk menyelidiki kasus serupa di satker lainnya.

“Karena salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan good governance adalah berintegritas, bersih dan bebas dari KKN,” tegasnya.

Kejari Banyuwangi pada Jumat, 28 Oktober 2022 menetapkan tersangka kepada Kepala BKPP yang dulu disebut BKD Banyuwangi, NH.

Penetapan tersangka itu, setelah Kejari Banyuwangi menemukan dugaan korupsi yang merugikan negara pada kegiatan makan dan minum fiktif di BKPP Banyuwangi tahun anggaran 2021.

Meski tidak ditahan, NH, dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.