Fenomena Gangster Surabaya: Siapa yang Salah, Siapa yang Benar di Mata Hukum?

Polisi saat menangkap belasan remaja diduga anggota gangster di Surabaya/net
Polisi saat menangkap belasan remaja diduga anggota gangster di Surabaya/net

Ramai tentang fenomena "Gangster Surabaya", malam itu Walikota Eri Cahyadi yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kota Surabaya melakukan tindakan tegas dan sangat luar biasa. Kalau tidak salah pada Sabtu, 4 Desember 2022, di halaman Balai Kota Surabaya.

Masih ingat kata-katanya, "ayo arek-arek Suroboyo, bangun, harga diri kita diinjak, Kota Surabaya Diinjak," kata Eri Cahyadi.

Di hadapan aparat gabungan, termasuk TNI-POLRI, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Sementara itu, masyarakat kota Surabaya, khususnya di Jalan Pregolan Bunder, ramai membicarakan "Gangster", dari keluhan, caci-maki, saran, bahkan ada pendapat.

Di pinggiran jalanan, di sebuah kedai kopi, yang terbiasa dengan penerangan temaram mercury, sekarang jadi gelap gulita. Bahkan, kedai kopi tersebut harus tampak remang-remang, sedikit cahaya lampu neon.

Muntaha adalah pemiliknya saat itu masih ingat selang sehari, setelah Eri Cahyadi menyampaikan tindakan tegasnya. Kedai kopi tersebut terpaksa menerima surat dari pemerintah tingkat kelurahan, yang menyatakan "warungnya" harus tutup pada tidak lebih jam 12 malam.

"Ada gangster, terpaksa warung tutup tidak sampai pagi kembali, lampu jalan dimatikan, 'rombong' didorong tidak boleh menetap, pelanggan banyak yang pergi," ini kata Muntaha, di hadapan pengunjungnya, yang malam itu Sabtu, 4 Desember 2022, terpaksa seadanya berjualan, dengan sedikit yang "ngopi".

Menurut Wikipedia Geng adalah sebuah kelompok individu yang saling berkaitan baik teman dekat maupun kesamaan latar belakang seperti lingkungan, pekerjaan, hobi, atau sekolah. Biasanya geng merujuk kepada gerombolan orang yang melakukan hal negatif dan ilegal seperti kriminal, penyelundupan, atau narkoba tetapi juga ada yang bertujuan ke ranah positif.

John M Hagedorn, seorang profesor dalam ilmu tindak pidana kriminal di Universitas Illinois, Chicago, dalam buku yang berjudul 'A World of Gangs: Armed Young Men and Gangsta Culture' hampir isinya mengungkapkan gengster.

Pada buku tersebut, menyajikan tulisan fakta, opini, serta literatur gangster. Salah satu misal mereka 'gangster' adalah fenomena realitas di dunia kehidupan, seperti kerusuhan politik, tentang keagamaan, ras satu dengan yang lain, pada ruang lingkup aktivitas di Negara Amerika.

Mereka 'gangster' memiliki proporsional jalan masing-masing, ada kepemilikan pemimpin pula, yang memang notabene bersifat tendensius, hedonisme, bahkan membuat kekacauan-kekacauan.

Di Kota Surabaya, beberpa hari lalu, viral di media sosial, tik tok, instagram, facebook, bahkan Status WhatsApp. Keberadaan "Gangster Surabaya". Aparat gabungan TNI-Polri dianggap berhasil menangkap para terduga pelaku, setidaknya anggota-anggota dan pemimpinnya "Gangster" di Surabaya ini.

Lalu, bagaimana proses hukumnya, di Indonesia menganut berbagai hal hukum, bahkan masyarakat mempercayainya tentang budaya dan adat istiadatnya, di 'kampung-kampung' Kota Surabaya saat itu banyak aktivitas yang memang terbilang semacam penjagaan, menuju penolakan, bahkan sifat "punishment" diri pribadi, atau sekelompok yang melakukan aktivitas penjagaan ini?.

Safitri adalah ibu rumah tangga, memiliki 2 anak, satu anaknya berusia sekira 9 Tahun, sedangkan anak keduanya berusia tidak sampai 2 Tahun. Fenomena "Gengster" di Surabaya membuat rasa tidak nyaman, aman, dan bisa saja sangat takut secara kejiwaan.

Hal demikian inilah membuat dirinya dan 2 anaknya tidak lebih pulang malam, jam 8 sudah berada di kediamannya, sebagai warga dukuh kupang, meski hanya pengontrak 1 buah rumah saja. Kebutuhan keluar rumah, menurutnya penting, karena, hal dasar, membeli makan atau minum, serta kebutuhan anak-anaknya, semisal 'pempers'.

"Gangster" yang berada si Surabaya, mengeksistensikan dirinya, dengan melakukan aksi atau tindakan-tindakan perusuh, krusial, bahkan lebih pada taraf anarkis. Patutlah membuat amarah yang sangat luar biasa di Kota Surabaya.

Diketahui, pimpinan dan anggotanya terbilang berusia muda, bahkan ada yang masih duduk di bangku sekolah.

Dalam sistem hukum pidana, terduga pelaku, dikenal istilah 'keadilan restorasi' bagi korban dan 'diversi' bagi terduga pelaku. Ya atau tidak, benar atau salah, semua dua upaya dan proses di dunia hukum Indonesia apakah telah tepat?

Bagaimana jika 2 hal ini mengakibatkan rasa dari kejiwaan atau psikisnya terduga pelaku yang memang masih berusia muda, atau masih duduk di bangku sekolah justru sebaliknya?