Mengelola yang Tak Terduga Pasca Pencabutan PPKM

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mencabut PPKM/Net
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mencabut PPKM/Net

Status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah dicabut oleh pemerintah bukan berarti mencabut status darurat kesehatan.

Meskipun kasus Covid-19 di Indonesia sudah melandai, namun situasi pandemi belum dinyatakan berakhir. Artinya masih ada potensi munculnya subvarian baru yang bisa mendorong kenaikan lonjakan kasus.

Masyarakat diminta untuk tetap waspada dan dihimbau tetap memakai masker ketika berada di kerumunan atau ruang tertutup dan melakukan vaksinasi hingga dosis lengkap.

Potensi kemunculan subvarian baru menjadi hal yang tidak dapat diduga kapan akan terjadi dan seberapa besar dampak yang mungkin ditimbulkan. Oleh karena itu diperlukan sikap kewaspadaan, kesadaran dan kemampuan untuk mengelola hal yang tidak terduga. Hal ini penting mengingat pengalaman kemunculan virus Covid-19 membawa dampak yang luar biasa pada berbagai aspek kehidupan. 

Dampak yang besar atas suatu kejadian atau peristiwa dapat disebabkan karena dampaknya tidak disadari, diabaikan atau tidak diperhitungkan dengan baik. 

Untuk mengelola dampak yang tidak diduga tersebut maka penting untuk menjadi waspada dan menyadari kemunculan gangguan meski sinyalnya kecil atau lemah, dan memahami kemungkinan konsekuensi yang ditimbulkan serta melakukan penyesuaian tindakan sebelum berubah menjadi hal yang tragis.

Dalam konteks kemungkinan munculnya hal-hal yang tidak terduga pasca pencabutan status PPKM, maka terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan.

1. Mengalokasikan perhatian. Memberikan perhatian pada sesuatu berarti mengarahkan pikiran untuk fokus, kemampuan mendengarkan dan mengamati secara jeli. Perhatian dapat dilakukan secara proaktif dengan memindai dan memetakan kondisi lingkungan, dan mengidentifikasi potensi masalah. Pemetaan secara aktif dapat dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran dan kehati-hatian dalam mengenali masalah, ancaman dan perubahan yang ada di lingkungan sebagai hal yang tidak terduga. 

2. Ketajaman dalam “membaca” dan menafsirkan tanda-tanda yang tidak normal sangat diperlukan agar bisa melakukan perhitungan dan menentukan tindakan selanjutnya. Dalam hal ini penting untuk tidak mengabaikan atau menilai biasa (normal) pada tanda-tanda atau bukti yang kecil. Hal ini penting karena dari bukti yang kecil tersebut dapat menjadi hal-hal besar dan bahaya yang tidak terduga. 

3. Memperbarui pemahaman dan cara-cara dalam mengalokasikan perhatian dan menafsirkan tanda-tanda anomali seiring dengan perubahan yang terjadi. Untuk itu diperlukan keterbukaan dan kesedian untuk belajar dari pengalaman diri maupun orang lain. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi dan diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.

4. Menumbuhkan kemampuan resiliensi yaitu kemampuan untuk bangkit dan menjadi tangguh dalam menghadapi kesulitan. Kemampuan ini bergantung pada pembelajaran masa lalu dan memupuk pembelajaran masa depan yang tersimpan sebagai sumber daya laten yang dapat diaktifkan dan digabungkan dalam situasi baru saat tantangan dan hal-hal tidak terduga muncul. 

Diharapkan melalui kemampuan-kemampuan tersebut masyarakat bisa menghadapi hal-hal tidak terduga yang mungkin muncul pasca pencabutan situasi PPKM secara lebih siap dan positif. Dengan demikian kemungkinan dampak yang dirasakan juga tidak besar dan tetap mampu mendukung kesejahteraan hidup masyarakat.

Penulis adalah Dosen Fakultas Psikologi Universitas Widya Mandala Surabaya