PEMILIK warung, Intan (29) dikepruk tabung elpiji 3 kg kena kuping. Tengkorak remuk, tewas. Pelaku pria remaja, HK (21) dan MA (14) pelayan warung itu baru sepekan. Ditangkap polisi, mereka ngaku, gegara gaji kecil
Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (17/2) mengatakan, tersangka mengaku, mereka sakit hati gaji kecil, pekerjaan berat. "Masih kami dalami," ujarnya.
Peristiwa di ruko, warung ayam goreng di Kampung Kemejing, Sukakarya, Bekasi, Kamis, 16 Februari 2023 sekitar pukul 12.30 WIB. Para tersangka ditangkap polisi di rumah keluarga mereka di Ciasem, Subang, Jabar, Jumat, 17 Februari 2023 pukul 01.00 WIB.
Mirisnya, para pelaku menggondol anak korban, bayi laki usia 18 bulan bernama Ahza. Bayi itu menangis, ditinggal sendirian di pos ronda, sekitar 150 meter dari tempat penangkapan para tersangka. Jabang bayi diamankan polisi, sebelum membekuk tersangka.
Kronologi diceritakan kakak Intan bernama Rara Sinta (32) kepada wartawan, begini:
Kamis, 16 Februari 2023 pukul 08.00 WIB berangkat dari rumah menuju warung, sambil menggendong Ahza. Warungnya ruko satu lantai, jual nasi ayam goreng bertulisan: "Kriuk"..
Rara: "Dia biasa jaga warung bersama Ahza. Karena di warung sudah ada dua karyawan (HK dan MA). Sedangkan suami Intan kerja." Tahu-tahu, siangnya, Rara dengar kabar kakaknya tewas dibunuh.
Orang pertama mengetahui itu, suami Intan. Ia pulang dari tempat kerja menuju ke warung sekitar pukul 13.00 WIB. Warung tutup, rolling door terkunci. Ia merasa ada yang aneh. Mestinya warung buka. Lalu ia membuka dengan kunci cadangan.
Ternyata di dalam Intan tergeletak berdarah-darah, menggenang. Di sebelahnya ada tabung elpiji penuh darah. Segera, ia membopong isterinya ke klinik terdekat. Dokter menyatakan, Intan sudah meninggal. Tengkorak remuk.
Barulah ia ingat, mencari Ahza. Tidak ketemu, lalu lapor polisi.
Sebelum pembunuhan, ada dua saksi mendengar Intan berteriak-teriak histeris. Para saksi sudah dimintai keterangan polisi. Kombes Hengki mengatakan, dua saksi pria wanita itu berada di TKP, mendengar teriakan korban, saksi mendekati warung. Bertanya ke HK, "Ada apa?"
Hengki: "Kemudian pelaku menjawab: Tidak ada apa-apa. Tadi ada ular masuk warung, jadi ibu (korban) teriak ketakutan. Adek bayi ikut nangis."
Maka, dua saksi meninggalkan TKP. Setelah itu, para saksi tidak berada di sekitar situ lagi. Mereka tidak tahu proses para pelaku meninggalkan warung, menutup mengunci warung, sambil membawa bayi Ahza. Para pelaku kini ditahan di Polda Metro Jaya.
Hengki: "Para pelaku mengaku sudah merencanakan pembunuhan sejak tiga hari lalu. Padahal, mereka baru kerja seminggu lalu. Motifnya itu tadi, gaji kecil."
Alasan tersangka bisa dianggap tidak logis, karena gaji kecil mereka kok mau kerja? Mengapa tidak mengundurkan diri?
Tapi, di kondisi kemiskinan rakyat kelas bawah, memang begitu. Masyarakat miskin kepepet, sulit dapat pekerjaan di kondisi krisis sekarang. Ada kerjaan begitu, gaji kecil. Mau ditinggal, butuh nafkah. Dijalani tapi menggerutu terus. Maka, ketika ada letupan kecil dari majikan, kemarahan meledak. Membunuh.
Martin Daly dalam bukunya bertajuk: "Killing the Competition: Economic Inequality and Homicide" (July 2016) menyebutkan,
Ketimpangan penghasilan masyarakat di suatu negara, adalah masalah ekonomi. Mestinya diselesaikan penyelenggara negara bidang ekonomi. Tapi, dampak ketimpangan melebar ke mana-mana. Jadi problem sosiologi. Merembet pula ke kriminologi. "Paling bahaya, menimbulkan pembunuhan," kata buku itu.
Ketidaksetaraan penghasilan, atau kesenjangan antara masyarakat terkaya dan termiskin, menimbulkan jurang. Kondisi begini rawan kejahatan. Antara lain, pembunuhan.
Prof Daly adalah mantan guru besar kriminilogi McMaster University, Ontario, Kanada. Ia melakukan riset korelasi antara kesenjangan dengan tindak kriminal, selama puluhan tahun.
Daly: “Orang kaya seperti saya, jika seseorang menghina saya, misalnya, di bar, maka saya bisa memutar mata dan pergi. Tapi, jika Anda menganggur, atau setengah menganggur, dan satu-satunya sumber status dan harga diri Anda adalah posisi Anda di lingkungan bar itu, jika terjadi sedikit letupan, kemarahan bisa berapi-api."
Sebab, sudah tersimpan cemburu sosial. Antara si kaya dan miskin. Tinggal tunggu pencetus.
Daly menyebut, teori itu diakui Bank Dunia. Yang mendata negara-negara dengan tingkat kesenjangan tinggi. Dalam ilmu ekonomi disebut "The Gini Coefficient" (Koefisiensi Gini - KG).
Daly: "Bank Dunia menemukan, bahwa negara dengan tingkat KG yang tinggi, lebih banyak pembunuhan dibanding KG yang rendah."
KG adalah statistik perbedaan pendapatan masyarakat dalam suatu negara, dicetuskan pakar statistik Italia, Corrado Gini dalam bukunya bertajuk: "Variability and Mutability" (1912). Dalam bahasa aslinya, bertajuk: "Variabilità e Mutabilità".
KG berskala 0 sampai 1. Tiap negara punya catatan KG. Semakin rendah (0) berarti tidak ada ketimpangan pendapatan warga. Semakin tinggi (1) semakin timpang. Berdasarkan Bank Dunia, negara dengan KG tertinggi sekarang Afrika Selatan dengan data KG 0,63.
Dikutip dari data Badan Pusat Statistik, 15 Juli 2022, KG Indonesia per akhir September 2021 ada dua: Pedesaan 0,38 Perkotaan 0,40.
Artinya, masih lebih bagus Indonesia dibanding negara dengan KG terburuk dunia, Afrika Selatan. Artinya, di Afsel mestinya lebih banyak pembunuhan dibanding di sini.
Tapi, teori Prof Daly tidak seimbang jika tidak dikomparasi dengan etos kerja suatu masyarakat. Karena, etos kerja masyarakat membentuk negara jadi maju, dan kesenjangan (KG) menyempit.
Etos kerja orang Indonesia bagaimana? Belum pernah diukur. Atau ogah mengukur.
Mochtar Lubis dalam bukunya bertajuk: "Manusia Indonesia" (1977) merinci etos kerja orang Indonesia ada enam item, begini:
1) Munafik atau hipokrit. Suka pura-pura, lain di mulut lain di hati. 2) Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam. 3) Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati, dan lebih mementingkan status daripada prestasi. 4) Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib. 5) Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi.
Cuma nomor enam yang, menurut buku itu, bagus: Artistik dan dekat dengan alam.
Orang Indonesia menyukai, dan ahli, dalam kesenian. Membatik, mengukir, melukis, gamelan, sandiwara, ketoprak, ludruk, hal-hal yang artistik.
Dalam pembunuhan Intan di Bekasi, para pelaku masih muda usia. dikaitkan dengan buku Mochtar Lubis, masuk di nomor dua dan lima. Ogah tanggung jawab (menelantarkan bayi). Cari kambing hitam (gaji). Watak lemah, gampang terintimidasi.
Tapi, kalau dikaitkan dengan teori Prof Daly, bisa lain. Penyelenggara negara tidak mampu membikin rakyat makmur. Tinggal pilih mana? Bisa juga kombinasi keduanya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kecemasan Lita dan Penguatan 4 Pilar Kebangsaan
- Pasangan Politisi Panutan
- Pemkot Surabaya Gelar Upacara Hari Kesaktian Pancasila, PJs Wali Kota Restu Berharap Masyarakat Teladani Nilai-Nilai Kemanusiaan