Laporan Dana Kampanye Sebagai Instrumen Baru untuk Menilai Good Governance

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

TAHUN 2024 sangat ditunggu oleh masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2024 nanti Indonesia akan menyelenggarakan pemilu secara serempak (pileg, pilkada maupun pilpres) untuk pertama kalinya. Sehinnga pada tahun 2024 nanti akan ada pemimpin baru. Pilleg memilih anggota legislatif, baik tingkat pusat maupun daerah (propinsi dan kabupaten/kota). 

Pilkada memilih kepala daerah (baik walikota/bupati maupu Gubernur) dan pilpres memilih presiden. Tentu saja yang dipilih oleh rakyat dari pileg, pilkada atau bahkan pilpres tersebut adalah pemimpin yang handal, yang bertanggungjawab dan berkomitmen untuk mensejahterakan masyarakat dan memajukan bangsa Indonesia. 

Untuk itu masyarakat seharusnya tidak salah pilih agar tidak menyesal dikemudian hari. Sebenarnya ada beberapa instrumen yang bisa digunakan oleh masyakat/publik untuk dapat melihat kualitas para colon pemimpin tersebut sehingga masyarakat percaya, yakin dan akhirnya menjatuhkan pilihan pemimpinnya.

Cara-cara klasik untuk melihat kualitas calon pemimpin biasanya dengan melihat : track recordnya, ketokohannya bahkan janji-janjinya pada saat kampanye pemilu. 

Sebagian besar masyarakat Indonesia pada pileg, pilkada, maupun pilpres yang lalu saat ini masih menggunakan cara ini.

Di era keterbukaan seperti saat ini, sebenarnya ada instrumen baru untuk melihat kualitas calon pemimpin yang akan dipilih melalui pileg, pilkada maupun pilpres, yaitu Laporan Dana kampanye (LDK).

Untuk pemilu legislatif dimulai sejak pemilu 2014 yang lalu, partai politik dan bahkan calon legislatifnya diwajibkan menyampaikan LDK kepada KPU. Untuk pemilu kepala daerah sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu. Sejak itu pula penyampaian LDK kepada KPU sudah di wajibkan bagi peserta Pilkada.

LDK yang diterima oleh KPU dari peserta pemilu (pileg, pilkada, maupun pilpres) akan dipublikasikan (diumumkan) kepada khalayak/publik, biasanya melalui papan pengumuman di kantor KPU maupun secara online di Website KPU. 

Masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu merupakan pemakai LDK, sehingga dengan mendapatkan dan menganalisa LDK peserta pemilu, masyarakat dapat menilai kepatuhan, kejujuran dan keterbukaan para peserta pemilu. LDK bisa dianggap sebagai gambaran komitment peserta pemilu, juga dianggap sebagai cerminan karakter peserta pemilu. 

Oleh karena itu lah LDK dapat dipakai sebagai instrument lain untuk menilai karakter para peserta pemilu. Di Amerika masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu sudah mulai menggunakan LDK sebagai salah satu instrument untuk menilai calon pemimpin yang akan dipilih.

Apa dan bagaimanakah LDK itu?

LDK adalah laporan yang wajib ditaati (dibuat dan dilaporkan kepada KPU) oleh peserta pemilu dalam melakukan kampanye, yang memuat tentang pengelolaan dana kampanye peserta pemilu yang meliputi : Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye (LPPDK).

Pada prinsipnya dana kampanye dapat berupa uang, barang dan jasa. Dana kampanye yang berupa uang harus dikelola dalam rekening khusus yang dinamakan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) yang dibuka pada saat pendaftaran menjadi peserta pemilu dan harus ditutup saat pemilu berakhir. Sedangkan sumbangan dana kampanye yang berupa barang dan jasa juga harus dilaporkan dan dinilai dengan harga pasar saat itu.

LDK wajib dibuat dan disampaikan oleh peserta pemilu sesuai dengan format dan jadwal pelaporan yang telah ditetapkan dalam peraturan KPU. Jika ada peserta pemilu yang tidak taat terhadap kewajiban dalam membuat dan menyampaikan LDK akan mendapatkan sanksi oleh KPU, hingga berupa diskualifikasi sebagai peserta pemilu.

Audit dana kampanye

LDK yang dibuat oleh peserta pemilu diaudit oleh kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk oleh KPU. Kepatuhan dalam membuat dan menyampaikan LDK akan di periksa oleh KAP sampai dengan bukti-bukti pendukungnya, dan hasil auditnya disampaikan kepada KPU untuk dipublikasikan. 

Transparansi dan akuntabilitas LDK tentu akan kelihatan dalam laporan hasil audit. Sehingga dengan hasil audit tersebut masyarakat dapat menilai kompetensi para calon pemimpin yang ikut dalam pemilu. Calon pemimpin yang LDK nya transparan dan akuntabel dapat membuat masyarakat percaya akan kepemimpinannya kedepa.

Namun jika calon pemimpin yang LDK nya tidak transparan dan tidak akuntabel bahkan hasil auditnya menyimpulkan ketidakpatuhan, menunjukkan kalau calon pemimpin tersebut tidak taat asas.

Apakah pada pemilu 2024 yang akan datang masyarakat Indonesia akan menggunakan LDK sebagai salah satu instrument untuk menilai calon pemimpinnya? Mari kita tunggu bersama.

Penulis adalah akademisi di Universitas Merdeka Madiun dan Anggota Java Riset Institut (JRI)