Jaksa Agung: Penegakan Hukum Humanis Mempertemukan Keluarga di Bulan Suci Ramadhan

Jaksa Agung ST Burhanuddin/net
Jaksa Agung ST Burhanuddin/net

Jaksa Agung ST Burhanuddin mendorong Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) untuk memperhatikan penegakan hukum humanis yakni penghentian perkara melalui keadilan restoratif, terutama di bulan suci Ramadhan.


Demikian disampaikannya saat berbincang ringan dengan Tim Media Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Senin (17/4) 

“Ini adalah kesempatan bagi kita untuk mempertemukan mereka (Tersangka) dengan keluarga, sehingga pendekatan dengan korban dan keluarga korban menjadi sangat berarti dalam mendapatkan kata maaf, sebab kunci utamanya adalah perlindungan terhadap korban,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jum'at (21/4).

Dijelaskan ST Burhanuddin, sejak awal Ramadhan 22 Maret 2023 s/d 17 April 2023, pihaknya telah menghentikan sebanyak 228 perkara melalui keadilan restoratif. Adapun mereka yang dihentikan perkaranya tidak perlu melanjutkan prosesnya sampai pengadilan, sehingga dapat kembali berkumpul bersama keluarga untuk merayakan hari raya Idul Fitri. 

“Keberhasilan penyelesaian perkara ini bukan hanya menjadi catatan Kejaksaan Agung, tetapi hikmahnya adalah membuka pintu maaf bagi mereka yang melakukan kejahatan,” jelasnya.

Jaksa Agung menuturkan bahwa tidak semua perkara dapat dihentikan melalui keadilan restoratif karena harus sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. 

Meski demikian, ST Burhanuddin menyampaikan adanya kemungkinan untuk revisi persyaratan substantif dalam peraturan tesebut seperti ancaman hukuman maksimal lima tahun dan jumlah kerugian Rp2,5 juta. Hal tersebut dikarenakan melihat perkembangan hukum saat ini dan hal diatas sudah tidak relevan lagi. 

“Karena apabila bicara tentang keadilan, maka tidak bisa dikaitkan dengan angka, tetapi nurani dan kondisi riil para pihak dalam perkara tesebut,” ujarnya.

Lebih lanjut Burhanuddin menegaskan, bahwa konsep dari penegakan hukum humanis adalah memanusiakan manusia, sehingga melalui keadilan restoratif maka memberikan perlindungan dan perbaikan terhadap korban untuk memperoleh kesepakatan damai guna meminimalisir terjadinya resistensi dimasyarakat, serta berdampak pada mengurangi biaya penanganan perkara yang saat ini sudah mulai dirasakan. Sistem ini sudah mulai dianut oleh beberapa negara sistem hukum anglo saxon dan juga diadopsi oleh negara-negara penganut sistem hukum eropa kontinental. 

"Dalam penegakan hukum modern, keadilan tidak memiliki batasan sistem, tetapi lebih memperhatikan pada kebutuhan masyarakat modern akan keadilan," tutup Jaksa Agung ST Burhanuddin.