Cawe-cawe di Pemilu, Jokowi Dinilai Kurang Belajar Sistem Pemerintahan yang Baik

Jokowi /net
Jokowi /net

Presiden Joko Widodo dianggap kurang memahami sistem pemerintahan yang baik, menyusul pernyataan bakal ikut cawe-cawe dalam Pemilu 2024 dengan alasan demi melanjutkan programnya.


Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mengatakan, Jokowi salah karena masih menggunakan jalan pikiran pemerintahan era Soeharto. Di mana saat itu presiden dipilih oleh MPR, dan dalam menjalankan pemerintahannya dipandu oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dibuat MPR, sehingga ada rencana pembangunan lima tahunan dan jangka panjang 25 tahunan.

"Karena presiden saat itu masa periodenya tidak dibatasi, sehingga jalannya negara bisa dibayangkan 25 tahunan oleh satu visi pemerintahan saja. Nah saat ini, itu sudah tidak berlaku sejak UUD 1945 telah diamandemen. Saat ini menggunakan sistem presidensial murni, presiden dipilih langsung oleh rakyat, maka jalannya pemerintahan selama lima tahun itu otoritas presiden yang terpilih," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (31/5).

Sehingga, ketika periode berikutnya presiden yang berkuasa berbeda, maka otoritas yang baru yang akan menjalankan pemerintahan sesuai UU yang telah disepakati bersama DPR dan sesuai visi misinya sebagai presiden.

"Jadi cawe-cawe Jokowi dengan alasan demi untuk melanjutkan programnya adalah kesalahan memahami sistem presidensial murni saat ini yang presidennya dipilih langsung oleh rakyat. Jokowi memang sepertinya kurang belajar tentang sistem pemerintahan dengan baik," tutur Ubedilah.

Untuk itu Ubedilah mengingatkan, bingkai semua praktik kenegaraan Indonesia adalah konstitusi UUD 1945 yang memilih jalan sebagai negara republik. Sebagai negara republik, jalan demokrasi adalah pilihan utama untuk mewujudkan aspirasi dan kepentingan rakyat banyak. Bukan kepentingan presiden yang sedang berkuasa.

"Dalam konteks Pemilu 2024 ini mengapa presiden tidak boleh cawe-cawe soal capres-cawapres, cukup prosesnya dilakukan oleh partai politik. Karena untuk menyelamatkan konstitusi, menyelamatkan rakyat banyak, menyelamatkan negara republik, dan menyelamatkan demokrasi," pungkas Ubedilah.