Tokoh Masyarakat Berkumpul, Diskusi Figur Kepemimpinan Nganjuk di Masa Transisi

Keterangan foto : Para tokoh masyarakat kabupaten Nganjuk saat berkumpul/ist
Keterangan foto : Para tokoh masyarakat kabupaten Nganjuk saat berkumpul/ist

Para tokoh masyarakat di kabupaten Nganjuk Jawa Timur berkumpul untuk diskusi siapakah sosok figur yang tepat untuk mengisi Pejabat (Pj) Bupati Nganjuk pasca era Bupati Marhaen Djumadi yang akan berakhir 24 September 2023 mendatang.


Tidak hanya tokoh masyarakat yang hadir. Tampak pula unsur dari warga keturunan, media, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perangkat desa, Aparatur Sipil Negara (ASN), kalangan profesi, hingga pengembang. 

Perkumpulan yang di prakarsai oleh Ketua Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia (LKexsxszHPI), Wahju Prijo Djatmiko tersebut juga membicarakan tentang postingan figur Sri Handoko Taruna (SHT) yang diusulkan sebagai Penjabat (Pj) bupati Nganjuk. Diantara yang hadir juga mengkritisi figur SHT. Menurut mereka Penjabat (Pj) bupati Nganjuk setidaknya sosok yang senior, disegani, dihormati, dan sangat memahami tentang Nganjuk. Sedangkan SHT sendiri hanyalah adik angkatan para pejabat pratama Nganjuk.

"Masyarakat tidak perlu risau, pesimis, tapi kritik dan saran serta pengawasan masyarakat kepada pemerintahan daerah di era transisi sangat diperlukan untuk mempercepat Nganjuk bangkit, sejajar dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju," kata Kepala Inspektorat kabupaten Nganjuk yang hadir mewakili pemerintah, Rabu (31/5). 

Dari perwakilan masyarakat keturunan yang mengharapkan agar kelompok pengusaha dilibatkan lebih serius lagi agar bisanya turut serta membangun Nganjuk. 

"Harapan kami, pengusaha tidak hanya dilibatkan ketika ada ‘rame-rame’ saja. Kalau bisa dilibatkan lebih serius untuk aspek-aspek pembangunan Nganjuk kedepannya," kata perwakilan masyarakat keturunan Wijaya. 

Dalam diskusi tersebut para tokoh masyarakat berharap, Pj Bupati tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap entitas dalam sistem pemerintahan daerah namun sebagai agent yang mampu melakukan perlanjutan pembangunan daerah secara maksimal dengan memanfaatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar-besarnya guna kepentingan masyarakat Nganjuk. 

Sementara itu, sebagai mediator Wahju Prijo Djatmiko mengatakan dalam mengisi kekosongan jabatan bupati maka ditunjuklah Pj bupati sebagaimana telah diatur dalam Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang (UU) No. 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU. 

Penunjukan seseorang untuk diangkat menjadi Pj bupati  tidak bisa dilakukan sembarangan. Pasal 201 ayat (11) UU (ius constitutum) tersebut juga mengatur bahwa Pj Bupati harus berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Perlu diketahui bahwa telah terdapat 2 (dua) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Putusan MK No: 67/PUU-XIX/2021 dan No: 15/PUU-XX/2022 yang menguji konstitusionalitas Pasal 201 UU 10/2016 yang mengatur mengenai penunjukan Pj kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan di daerah sebelum Pemilu serentak pada 2024. 

Meskipun kedua putusan tersebut amarnya menolak permohonan, namun terdapat pertimbangan hukum (ratio decidendi) yang menegaskan. 

"Perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah," sambungnya.

Berdasarkan pada pertimbangan hukum hakim MK di atas, nampak jelas bahwa pengisian Pj Bupati harus dijauhkan dari adanya self interest, kepentingan kelompok atau kepentingan oligarki. Sudah selayaknya wakil rakyat di daerah melakukan pengamatan, membuka lebar-lebar ‘pendengaran’ untuk menyerap aspirasi masyarakat demi terwujudnya Pj Bupati yang kredibel, berintegritas, dan servant leadership sebagaimana telah dilakukan oleh Marhaen Djumadi serta bersemangat membawa Nganjuk ke arah yang lebih baik dengan memastikan bahwa APBD memihak masyarakat (pro rakyat).

"Proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah “secara demokratis” maksudnya adalah taat asas terhadap amar Konstitusi negara sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Semestinya Pemerintah Pusat diharapkan segera menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur, jelas bahwa pengisian Pj tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian Pj berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah. Sayangnya hingga sekarang peraturan pelaksanaan tersebut belum ada” pungkas Wahju.