Analisa Geopolitik: Membaca Ambisi Global Power Xi Jinping

Presiden China Xi Jinping/Net
Presiden China Xi Jinping/Net

DIPLOMASI China begitu Agresif, bercita mendamaikan Iran-Saudi Arabia, Suriah-Negara Timur Tengah sekaligus mendamaikan Ukraina-Rusia dan Membangun Ekonomi Afrika dan Timur Tengah serta Membangun Poros Ekonomi Asia-Pasifik

Tatanan dunia yang dipimpin Amerika dan Barat mengalami tremor karena tampilnya inisiatif dan diplomasi dalam China mendamaikan konflik dunia yang tak selesai. Amerika dan Barat merasa gelisah atas manuver Xi Jinping yang tampil begitu percaya diri sebagai pendamai konflik yang pelik baik di Eropa Timur maupun di Timur Tengah.

Selain itu, Xi Jinping juga terus melakukan kebijakan pembiayaan infrastrukturnya ke Afrika, Asia Tenggara dan Pasifik. Apa niat Xi sebenarnya dari berbagai manuver tersebut?

Seriuskah China membangun poros Multipolar dengan China salah satu pemimpinnya? Apa langkah selanjutnya dari gerakan Xi di masa depan untuk mewujudkan ambisi global power tersebut?

Majalah Economist dan Kebijakan China

Majalah Economist menulis artikel berjudul “Dunia Menurut Xi“ pada 23/3/2023. Majalah Economist merupakan majalah yang antusias terhadap tatanan dunia yang dipimpin Barat dan Amerika.

Majalah ini menyoroti perubahan kebijakan luar negeri China dan ambisi China untuk membentuk tatanan dunia saat ini sehingga akan melahirkan suatu bahaya nyata pada tatanan dunia yang dipimpin Barat yang akan dikalibrasi ulang oleh China.

Pandangan Economist yang sinis terhadap China sebenarnya dapat dipahami karena supremasi negara Barat merasa terancam dengan perubahan kebijakan luar negeri China. Namun apakah ambisi China tersebut tidak membuka ruang bagi kepemimpinan barat di masa depan?

Kritik Dunia Timur Kepada Kepemimpinan Barat

Amerika dan Barat sejak menang perang dunia ke-2, 1945, sebenarnya telah diakui sebagai pembangun tatanan dunia yang lebih fair karena bercita membangun aturan bersama yang lebih baik dan lebih sejahtera daripada empire sebelumnya yang mengedepankan eksploitasi negara di berbagai belahan dunia ulah rezim kolonialisme Eropa.

Amerika menjadi negara sponsor terdepan dari demokrasi, hak asasi manusia dan mencari solusi konflik dengan rule of law, kebebasan dan rasionalitas. Namun visi idealis dari Amerika dan Barat tersebut tercederai sejak invasi AS ke Irak sejak 20 tahun lalu. Invasi ke Irak benar-benar menjadi game changers bagaimana sebuah visi idealis Amerika mengubah menjadi visi dominasi dan koersi satu negara kuat kepada negara lemah.

Sejak saat itu, dunia mengenal kepemimpinan tatanan dunia AS dan Barat berstandar ganda dan penuh dengan hypocrisy yang berat sebelah untuk western value bukan eastern value.

China dan Rusia Membaca Standar Ganda Tatanan Dunia Barat

Rusia dan China mengamati kepemimpinan AS dari jarak jauh, meski dengan tone berdamai karena tidak memiliki kekuatan untuk menantangnya pada 20 tahun lalu. Kini 2023, situasi berubah. Rusia menyelenggarakan KTT di Moskow mengajak membangun tatanan dunia yang lebih fair dengan penekanan keseimbangan pada eastern value.

Rusia dan China juga menjadikan poros pertumbuhan BRICS sebagai lawan dari G7 sebagai penyeimbang kekuatan barat dalam soal investasi dan pembiayaan. Keduanya kini mencari pengaruh untuk membangun keseimbangan akan visi global tanpa dominasi nilai barat. Mereka bahkan menetapkan visi hak asasi manusia universal sendiri yang berbeda dengan hak asasi manusia universal ala barat yang mendukung LGBTQ+ yang tidak sesuai dengan nilai agama ortodox Rusia dan agama ketimuran China.

China percaya bahwa tahun 2023 ke depan adalah tahun di mana tatanan dunia yang lebih baik harus ditata ulang dengan lebih fair dan adil.

Kebijakan XI Mencoba Merebut Hati Dunia Timur

Upaya China akhir-akhir ini harus dinilai sebagai upaya merebut hati dan memperbaiki reputasi China di mata masyarakat internasional khususnya di kawasan Afrika, Timur Tengah dan Pasifik. Cara pertama membangun langkah ini melalui membangun ikatan lebih kuat dengan Rusia.

China dan Rusia telah berhasil menyakinkan satu sama lain pentingnya kebersamaan yang damai dan kerja sama yang saling menguntungkan. China tidak mengkritik Rusia akan langkah Putin mengakuisisi 6 wilayah Ukraina. China mengajak dunia untuk membangun narasi perdamaian Ukraina-Rusia melalui membangun kawasan netral pada kedua negara tersebut.

China berharap penyelesaian konflik Taiwan juga dengan cara tersebut, yaitu tidak menjadikan Taiwan sebagai ancaman perbatasan yang memihak pada kekuatan luar.

Setelah aliansi dengan Rusia terbentuk, langkah selanjutnya adalah merebut hati kawasan dunia timur. Namun langkah tersebut tertunda karena munculnya Covid-19. China memutuskan untuk isolasi zero Covid-19 dan kebijakan merebut hati tertunda 2 tahun.

Setelah Covid-19 teratasi, China melakukan percepatan terhadap kebijakan merebut hati dunia timur di antarnya adalah pada 10 Maret 2023, China menengahi ketegangan antara dua rival sengit, Iran dan Arab Saudi, sebuah intervensi pertama merebut hati di Timur Tengah.

Iran-Saudi menyambut baik inisiasi perdamaian oleh Beijing, China. Sebuah inisiasi perdamaian yang mereka tidak temukan dari Washington, Brussel ataupun London dalam 20 tahun terakhir terutama sejak AS invasi ke Irak dimulai 2003.

Inisiasi Perdamaian China Bukan Improvisasi, Namun Ideologisasi

China juga menawarkan inisiasi perdamaian antara Suriah dan Negara Islam di Timur Tengah lainnya. Akhirnya, Suriah dan OKI kembali membuka hubungan diplomasi dan niat membangun ekonomi yang menguntungkan.

Setelah inisiatif OBOR (one belt one road) sebagai proyek pembiayaan infrastruktur yang lebih meringankan dunia berkembang dinilai berhasil, China juga melaunching inisiatif baru pada 15 Maret 2023. Inisiatif tersebut dikenal Inisiatif Peradaban Global (Global Civilisation Initiative), sebuah inisiatif bahwa negara-negara harus menahan diri untuk tidak memaksakan nilai atau model mereka sendiri pada negara lain dan akhirnya memicu konfrontasi ideologis.

Inisiasi perdamaian tersebut disambut gegap gempita oleh kawasan timur. Konflik antar negara di timur tengah telah meluluhlantakkan ekonomi seluruh negara timur tengah, sehingga publik timur tengah merasa lelah dan menyetujui inisiatif perdamaian tersebut. Dunia mengapresiasi inisiasi China ini dan apresiasi terhadap China tersebut tidak disenangi oleh Barat dan Sekutu Barat yaitu Israel. Bersatunya negara timur tengah akan melemahkan posisi Israel dan akhirnya melemahkan kepentingan Barat di Timur Tengah.

Upaya merebut hati kalangan dunia timur menjadi lebih mudah sekarang bagi China. Dampak perdamaian Saudi-Iran dan Negara Suriah-OKI akan diikuti dengan masifnya pembiayaan infrastruktur dan ekonomi di kawasan timur tengah dari China. China akan menguasai banyak sumber minyak dan pasar baru di Timur Tengah.

Selanjutnya China juga sedang berinisiatif mendamaikan Ukraina dan Rusia. Perang berkepanjangan akan merugikan ekonomi kedua negara dan China menuduh NATO satu-satunya pihak yang ingin perang berlangsung lama. Ukraina mungkin tertarik dengan inisiatif perdamaian China karena Ukraina sendiri sudah lelah meminta amunisi perang yang dinilai too little-too late dari negara-negara barat sementara korban rakyat Ukraina terus berjatuhan.

China ingin menunjukan kepada dunia betapa hegemoni barat sudah sedemikian besar. China menilai tatanan dunia saat ini hanya melayani kepentingan Barat dan tidak membuka ruang untuk kekuatan lain.

China sebenarnya tidak sedang menunjukan kelemahan tatanan dunia saat ini namun China sedang ingin membangun dunia yang lebih aman bagi ideologi China dan Partai Komunis China itu sendiri.

China dalam membantu pembiayaan ekonomi suatu negara tidak melihat bagaimana sikap elit negara yang berkuasa tersebut, apakah memberikan keadilan domestik atau malah kejam menindas. China mendukung siapapun elit yang berkuasa selama bisa membantu ekonomi China lebih besar lagi. itulah transaksional China selama ini dilakukan di banyak negara.

Tujuan Jangka Panjang Xi Jinping

Xi telah bertemu dengan Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, seorang pendukung sistem dunia multipolar. Keduanya bersikap bahwa standar ganda Barat tentang hukum internasional dan hak asasi manusia tidak dapat dipertahankan.

Xi Jinping ingin menawarkan peradaban dunia yang dapat dijadikan alternatif. Konsep masyarakat global yang menguntungkan semua bukan menguntungkan satu pihak saja.

Tentunya ajakan tersebut menarik bagi kalangan publik diluar Barat. Namun apakah negara-negara berkembang dapat jaminan bahwa mereka keluar dari dominasi barat dan tidak akan masuk ke dominasi berikutnya yaitu China itu sendiri?

Penulis adalah pakar kebijakan public, yang juga CEO Narasi Institute