Setara Institute Ingatkan Pemerintah Adil Tangani Ponpes Al Zaytun

foto/net
foto/net

Menyikapi polemik terbaru Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun di Indramayu Jawa Barat, pemerintah disarankan harus melakukan investigasi yang komprehensif.


Demikian kata Direktur Eksekutif, Setara Institute, Halili Hasan merespons kontroversi ponpes pimpinan Panji Gumilang, Minggu (25/6).

Kata Halili Langkah apapun yang akan diambil oleh pemerintah harus berdasarkan bukti-bukti faktual dan berlandaskan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dikatakan Halili, respons Pemerintah seyogyanya diorientasikan pada pengungkapan kebenaran, perlindungan keamanan warga negara dan negara, serta penegakan hukum. Investigasi harus bersifat komprehensif, dan bukan sekadar reaktif-populis.

Hal itu penting, karena polemik Al Zaytun cukup lama dan berulang, sejak Ponpes itu berdiri pada 1994 di atas lahan sangat luas sekitar 1.200 hektar.

Catatan Setara, sudah cukup banyak pandangan dan kajian tentang awal keterkaitan Al Zaytun dengan NII. Selain itu, eksistensi Al Zaytun yang kokoh hingga kini juga banyak dikaitkan oleh publik dengan 'bekingan' intelijen dan militer.

Misalnya, studi Human Security dan Security Sector Reform Setara Institute mencatat, pada Pemilu 2004 kendaraan TNI bergerak dan melakukan mobilisasi massa guna melakukan pencoblosan di Kompleks Ponpes Al Zaytun.

"Dalam konteks itu, investigasi yang komprehensif akan menjamin terpenuhinya hak publik untuk mengetahui dan mendapat kebenaran," kata Halili, Minggu (25/6).

Halili juga menekankan pemerintah harus bertindak adil. Artinya, tindakan negara tidak boleh sekadar untuk memenuhi keinginan dan tuntutan massa.

Halili juga mengingatkan, Pemerintah hendaknya tidak masuk terlalu dalam pada polemik sesat tidak sesatnya pandangan dan ajaran keagamaan yang dikembangkan disana dan kemungkinan mengambil langkah populis yang berangkat dari penghukuman sesat tersebut.

"Mengenai sesat tidaknya pandangan dan ajaran keagamaan biarlah menjadi domain perdebatan tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga keagamaan terkait," jelas Halili.

Setara Institute juga mengingatkan polemik Al Zaytun juga berkenaan dengan hak-hak atas pendidikan serta hak-hak atas perlindungan diri, keamanan warga negara di dalamnya, terutama 7000-an santri dan peserta didik di sana.