Perusahaan IT yang Jadi Korban Penipuan Terus Bertambah, Pelaku Sama dan Terkesan Kebal Hukum

Para korban penipuan saat melaporkan ke Polda Metro Jaya. Nampak Neneng Nuraeni (tengah) bersama korban lain/ist
Para korban penipuan saat melaporkan ke Polda Metro Jaya. Nampak Neneng Nuraeni (tengah) bersama korban lain/ist

Penipuan dan penggelapan kini marak kembali terjadi. Kali ini korbannya terus berdatangan dari berbagai perusahan atau vendor yang bergerak di bidang pengadaan barang dengan jenis kebutuhan electrical, IT dan bidang lain. 


Salah satu korban sudah melaporkan kejadian ini dengan kasus penipuan dan atau penggelapan sejak tahun 2021 ke Mapolres Jakarta Pusat dengan Laporan LP/B/1377/X/2021/SPKT/RESTRO JAKPUS/PMJ. Namun hingga kini belum ada tindakan dari kepolisian. 

Penipuan oleh pelaku yang sama juga sudah dilaporkan ke Mapolres Jakarta Pusat dengan nomer LP/B/691/IV/2022/SPKT/RESTRO JAKPUS/PMJ. Namun seperti laporan sebelumnya belum juga menemukan titik terang dari kepolisan terhadap terduga pelaku dari perusahaan CV SOA. 

Perusahaan tersebut rupanya masih terus bermasalah hingga salah satu korban lain membuat laporan tindakan pindana penipuan atau penggelapan yang sama ke Mapolres Jakarta Pusat dengan nomer LP/B/780/IV/2022/SPKT/RESTRO JAKPUS/PMJ. 

Merasa mengalami nasib yang sama, sejumlah perusahaan yang lain kemudian bersepakat untuk membuat laporan bersama ke Polda Metro Jaya dengan harapan mendapatkan perhatian dan penanggan yang lebih cepat dari pihak Kepolisian. Melalui Laporan nomer LP/B/3623/VI/2023/SPKT/POLDA pada tanggal 23 Juni 2023, 14 perusahaan secara bersama-sama menuntut CV SOA dengan direkturnya SRO dengan dugaan tindak pidana pasal 379a KUHP. 

Pasal tersebut menyebutkan barang siapa menjadikan sebagai mata pencarian atau kebiasaan untuk membeli barang-barang, dengan maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya memastikan penguasaan terhadap barang-barang itu untuk diri sendiri maupun orang lain atau diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 

Modus pembelian yang dilakukan terlapor kepada para vendor adalah menyepakati transaksi pembelian dengan DP (Down Payment) setelah itu tidak dilakukan pelunasan pada saat barang tiba dan berlarut larut penyelesaian pelunasan tidak dibayarkan. 

Para korban telah melakukan upaya musyarawah namun tidak pernah digubris oleh pelaku hingga bertahun-tahun. Hal ini membuat para korban geram atas tindakan pelaku yang telah mengakibatkan kerugian hampir Rp 2,8 miliar dari 21 korban yang melaporkan.

Salah satu korban menyampaikan agar pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kejahatan pelaku dengan cepat. 

Yusman Afandy dari PT Bicom Mitra Solusindo mengatakan, "Kami mohon bantuan dan pengawalan pihak berwenang atas laporan kami di Polres Jakarta Pusat dan Polda yang sudah dilakukan sejak tahun 2021. Laporan terhadap pelaku ini begitu banyak dari tahun 2020 sampai sekarang dan terlapor diduga masih melakukan modus tindakan penipuan dan mencari korban baru yang sama," jelasnya dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Menurut Yusman, sampai saat karena tidak adanya tindakan tegas dan efek jera terhadap pelaku terlapor.

"SRO terkesan kebal hukum dan mengkondisikan perbuatan seakan menjadi kasus perdata. Padahal modus dan unsur penipuan jelas pidana yg dilakukan oleh tersangka begitu jelas dan berulang ulang dari tahun ke tahun," tegasnya.

Hal ini melihat dari track record laporan terhadap terlapor dari tahun 2020 sampai dengan sekarang, perusahaan ysng sama, oranf yang sama, pola dan modus yang sama. Namun hingga kini belum diproses hukum.

Laporan polisi terhadap terlapor juga sudah 20 lebih dilakukan baik di Polres Jakarta Pusat dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) begitu banyak dari Polres Jakarta Pusat, Polres Jakarta Barat dan Polres Bekasi yang semuanya dapat ditemukan di website kejaksaan. Sayanganya, terlapor belum juga diseret ke pengadilan.

"Semoga informasi tersebut bisa membantu Instansi penegak hukum untuk penuntasan hukum terhadap Terlapor baik di Instansi Kepolisian maupun Instansi Kejaksaan," tambahnya.

Di tempat yang sama, korban lain Neneng Nuraeni mempertanyakan, sebagai pelapor tidak mengerti kendala proses hukum. Dari informasi yang terdapat di website Kejaksaan terlihat ada 14 SPDP atas nama terlapor yang sama. Tapi kasus tersebut tidak pernah masuk ke persidangan. 

"Kami mewakili para korban berharap masalah ini segera ditindaklanjuti untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah bertambahnya korban baru yang dirugikan. Ke 14 korban telah menunjuk Dafril dari Magenta Komputer untuk membuka saluran pegaduan bagi perusahaan yang mengalami nasib yang sama melalui alamat email: [email protected]," tutupnya pemilik CV Valtech Trading.