Isteri Tukang Becak Dipolisikan, Lalu Diperas Oknum Aktivis

Rumah Advokasi Rakyat (RAR) melakukan audiensi ke Kapolres Bangkalan pada Jumat siang (21/7)/Ist
Rumah Advokasi Rakyat (RAR) melakukan audiensi ke Kapolres Bangkalan pada Jumat siang (21/7)/Ist

Rumah Advokasi Rakyat (RAR) melakukan audiensi ke Kapolres Bangkalan pada Jumat siang (21/7), terkait penetapan tersangka terhadap seorang ibu berinisial S atas kasus dugaan pengancaman.


S perempuan berusia sekitar 60 tahun, isteri dari pengayuh becak itu, dilaporkan kelompok pemuda yang mengaku sebagai aktivis LSM, karena dianggap melakukan pengancaman.

‘’Kasusnya agak aneh. Pemuda-pemuda yang katanya aktivis ini mengaku diancam oleh seorang ibu tua dengan menggunakan clurit dari jarak sekitar 30 meter,’’ kata Risang Bima Wijaya, kuasa hukum S.

Dalam kejadiannya, gerombolan aktivis yang berjumlah lebih kurang 5 orang masuk ke pekarangan rumah milik perempuan isteri pengayuh becak.

Aktivis-aktivis ini tanpa permisi lantas menggali teras milik perempuan itu dengan menggunakan linggis. Peristiwa pengerusakan itu terjadi pada Desember 2022. 

Tak puas dengan aksinya itu, mereka juga menghantam tiang rumah yang didatangi dengan batang besi yang sama, lantas orang-orang itu menutup akses jalan keluar-masuk rumah itu. 

S yang mengetahui rumahnya mau dihancurkan oleh kawanan aktivis tersebut, dia berusaha menghentikan aksi pengerusakan itu.

Dari jarak sekira 30 meter, S meneriaki rombongan aktivis itu agar tidak merusak rumahnya. Sambil mengacungkan sabit di tangannya, ia menyeru kepada para aktivis itu bahwa rumahnya dari hasil beli.

‘’Ibu berusaha menghalau dan mengusir orang-orang yang masuk dan merusak pekarangan rumahnya itu sambil mengacungkan clurit dan berteriak, jangan dihancurkan, itu saya dapat beli,’’ ujar Risang.

Risang menuturkan, yang dilakukan kliennya saat itu merupakan reaksi membela hak miliknya yang akan dirusak dan dihancurkan oleh kelompok orang yang mengaku aktivis itu. Risang memastikan bahwa rumah S itu bersertifikat hak milik. 

‘’Sudah kita pastikan kalau rumah ibu ini bersertifikat hak milik (SHM) tahun 2019 dan bangunan rumah ibu ini dibangun sesuai patok tanah yang ada. Sedangkan para aktivis ini mengklaim rumah ibu ini melanggar batas tanah milik salah satu dari mereka,’’ ujar RIsang.

Lanjut Risang, pengacara berembut gondong itu, mengatakan, tidak ada dokumen tanah apapun atas nama mereka yang membuktikan kalau aktivis tersebut punya tanah yang bersebelahan dengan SHM milik kliennya. Bahkan Risang memersilakan mereka menempuh jalur hukum, bukan melakukan pengerusakan.

‘’Kalau salah satu diantara orang-orang itu merasa ada tanah hak nenek moyangnya yang dilanggar, silahkan gugat sertifikat hak milik dari Ibu S ini. Bukan datang rame-rame, teriak-teriak, menggali pekarangan, merusak rumah orang yang sudah tua, buta huruf, dan sakit-sakitan,’’ sindir Risang.     

Sambung Risang, setelah kejadian itu, aalah seorang dari kelompok yang masuk dan merusak pekarangan ibu S waktu itu Datang melapor ke Polres Bangkalan dengan berbekal rekaman video saat S mengacungkan clurit. S pun ditetapkan sebagai tersangka.

Dua hari berselang setelah lapor polisi. Kelompok ini kembali datang ke rumah S. Gerombolan ini memasang batu pondasi menutup jalan ke pekarangan rumah ibu S.

Batu yang sengaja dipasang itu menutup akses jalan keluar-masuk rumah. Sejak keberadaan batu itu, suami S kesulitan mencari nafkah, becak kayuhnya tidak bisa melewati batu penghalang yang diletakkan oleh pelapor bersama kawan-kawannya.

‘’Mereka menutup jalan sambil teriak-teriak mengancam, siapapun yang berani membuka penutup jalan akan dibunuh,’’ kata Risang.

Tak berhenti di hari itu. Kata Risang, tiga kemudian para pelapor ini kembali mendatangi S, kali ini meminta uang Rp 30 juta, sebagai syarat masalahnya bisa beres.

S yang tidak punya uang sebanyak itu, tentu saja tidak menyanggupi permintaan komplotan itu. Kemudian dua hari berikutnya para aktivis kembali datang. Kali ini mereka menurunkan jumlah permintaannya menjadi Rp 10 juta

Masih dengan sikap yang sama, S tetap tak bisa mengabulkan permintaan kawanan aktivis tersbut. Karena keluarganya memang tak punya uang. Keluarganya hanya mengandalkan nafkah dari becak yang dikayuh suaminya, yang saat ini sudah tidak bekerja sejak jalan rumahnya terhalang batu dipasang 

‘’Pokoknya, pemuda yang melapor sebagai korban pengancaman ibu S ini datang ke rumah ibu S ini sampai 6 kali. Kan aneh. Orang yang diancam kok terus-terusan datang ke rumah pengancamnya, marah-marah balik ngancam sambil minta uang,’’ tutur Risang.

Atas kejadian tersebut, kata Risang, dia meminta kepada Polres Bangkalan untuk memproses juga laporan terhadap para aktivis itu, atas dugaan masuk ke pekarangan orang, melakukan perusakan, dan menutup akses jalan umum.

‘’Ibu S ditetapkan tersangka karena korban melakukan itu. Jadi, proses juga laporan ibu S yang melaporkan kalau para aktivis itu telah masuk pekarangannyanya tanpa ijin, merusak teras, menggali tanahnya, memukul-mukul tiang rumah, dan menutup akses jalan umum,’’ tandas Risang.

Risang berjanji akan terus mengawal perkara S, yang dijadikan tersangka pengancaman, karena berusaha membela haknya (tanah dan rumah) dari dirusak oknum aktivis itu. 

‘’Kita akan kawal terus kasus ini, dan Alhamdulillah, sudah ada sekitar 20 advokat yang menawarkan diri untuk ikut mendampingi ibu S. Beberapa aktivis dari beberapa LSM juga menyatakan siap mendukung agar laporan ibu S terhadap para aktivis tak jelas itu juga diproses, agar adil dan seimbang,’’ pungkas Risang.