Berbagi Iman dengan Sampah

Moh Hasan/ ist
Moh Hasan/ ist

BEBERAPA pekan belakangan, warga Bangkalan riuh perkara sampah. 

Tumpukan sampah di beberapa kawasan membuat masyarakat resah. Sampah-sampah mulai menjarah kenyamanan warga beraktivitas.

Pemandangan miris terjadi di beberapa titik kawasan kota. Serakan sampah di bahu jalan menggeletak tak terurus. Sedikit masuk ke perkampungan, di bibir jalan pemakaman umum di Kelurahan Mlajah pun tak luput dijadikan tempat pembuangan sampah. Padahal, tak jauh dari lokasi serakan sampah itu, berjarak hanya beberapa ratus meter dari sana terdapat makam ulama besar, Syaichona Kholil.

Bergeser ke tengah kota. Lagi-lagi polusi sampah pongah mengganggu warga. Sempat ada belasan bak truk berisi penuh sampah terparkir lama di area jalan Taman Rekreasi Kota (TRK) yang berada di belakang Stadion Gelora Bangkalan (SGB). Melihat kondisi itu. Tak ayal, salah seorang aktivis senior yang juga seorang pengacara di Bangkalan, dia menulis dalam akun FB miliknya, menyebut TRK--Taman Rekreasi Kotoran.

Orang-orang mulai menyalahkan pihak pemerintah, terutama terhadap dinas terkait. Beberapa aktivis muda di Bangkalan, ikut bereaksi keras, gencar melempar kritikan. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), yang dinilai tak becus menjalankan tanggung jawabnya. Tak pelak menjadi sasaran telak kecaman para kritikus, 

Kritikan tak henti menghujani dinas tersebut. Kecaman terhadap para pejabat lain di Kota Solawat dan Dzikir itu pun mencurah deras, seakan tak ingin kalah dari kiriman sampah baru yang terlanjur terlantar.

Di lain sisi, pada setiap kesempatan membahas soal sampah. Menurut pendapat pihak otoritas bahwa sampah adalah masalah bersama. Para petinggi tak surut meyakinkan warga seperti itu.  Mereka terus mengajak warga, untuk bersama-sama menemukan jalan keluar lolos dari kepungan sampah.  

Mereka tak ragu menyebut persoalan sampah urusan bersama. Karena faktanya, memang dalam kesehariannya orang-orang cenderung menghasilkan sampah, tidak peduli apakah ia kalangan kaya, seorang miskin, berpendidikan, awam, penduduk desa, warga kota, tua, muda, bahkan yang saat ini bayi sekalipun.

Tumpukan sampah kian menggunung. Petugas dibuat tak berdaya. Sarana dan armada serta tempat penampungan sampah di Bangkalan bukan lawan seimbang berhadapan dengan volume sampah. Sementara penanganan sampah masih dengan pola lama, Kumpul, Angkut, Buang.

Sikap memperlakukan sampah seperti itu sudah berlangsung turun temurun. Tapi tradisi membuang sampah seperti itu tidak hanya terjadi di Bangkalan, nyaris di semua daerah, penduduk Indonesia masih banyak yang memperlakukan sampah dengan cara primitif tersebut 

Hingga sekarang kebiasaan ini masih terjadi. Orang-orang masih percaya bahwa membuang sampah ke tempatnya adalah ikhtiar yang paling benar. Perilaku Kumpul, Angkut, Buang, seolah ajaran yang kebenarannya mesti diimani setiap orang. 

Pengelolaan atau membuang sampah yang tanpa melalui pengolahan samasekali, bukan tak mungkin menjadi lingkaran masalah. Sebab timbunan sampah di penampungan akan menciptakan masalah baru. Dengan keadaan seperti itu akan membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa lolos dari kepungan sampah. 

Terbukti, sekarang di beberapa Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di Bangkalan mengalami overload, tak mampu lagi menampung kiriman sampah. 

Sementara penanganan utama sampah dengan konsep 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), yakni usaha mengurangi kegiatan menyampah, daur ulang, dan membuat guna ulang sampah. Konsep yang kerap disampaikan dalam setiap seminar dan sosialisasi kepada masyarakat belum betul-betul terlaksana.

Bangkalan mengusung slogan "Kota Sholawat dan Dzikir." Ungkapan yang bermaksud menuturkan keadaan religiositas masyarakatnya. Sejalan dengan itu, mestinya kebersihan menjadi syarat yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Karena kebersihan menjadi bagian dari keimanan dari lingkungan yang agamis.

Penulis merupakan wartawan RMOLJatim