KardiaQ, Aplikasi Karya Mahasiswa ITS untuk Deteksi Kesehatan Jantung

Frans Rizal Agustiyanto MSi (dua dari kanan) saat membantu salah satu pengunjung TENNOVEX 2022 di Atrium Grand City Surabaya yang memonitoring kesehatan jantungnya dengan KardiaQ/Ist
Frans Rizal Agustiyanto MSi (dua dari kanan) saat membantu salah satu pengunjung TENNOVEX 2022 di Atrium Grand City Surabaya yang memonitoring kesehatan jantungnya dengan KardiaQ/Ist

Mahasiswa program doktor Departemen Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Frans Rizal Agustiyanto MSi menghadirkan solusi baru pemantau kesehatan jantung yang ramah pengguna, berupa aplikasi KardiaQ.


Penyakit jantung layaknya pembunuh diam-diam karena penderita absen untuk deteksi dini. Faktor penyebabnya antara lain adalah mahalnya biaya pemeriksaan, kesulitan dalam mencari lokasi pemeriksaan, terbatasnya akses kepada dokter spesialis jantung, serta waktu pemeriksaan yang lama.

“Melalui aplikasi KardiaQ ini, masyarakat dapat memantau kesehatan jantung dalam waktu singkat di rumah masing-masing,” ujar Frans dalam keterangannya dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (7/9).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan bahwa setiap 60 detik seseorang meninggal karena penyakit jantung. Kurangnya deteksi dini masih menjadi perkara serius yang mengakibatkan keterlambatan dalam diagnosis.

Frans menjelaskan, aplikasi yang tersedia pada ponsel berbasis Android dan iOS ini juga sangat mudah dioperasikan. Dengan berada di tempat yang stabil, ponsel yang sudah terpasang aplikasi KardiaQ diletakkan secara horisontal tepat di daerah dada sebelah kiri.

Kemudian, tombol berbentuk hati di aplikasi ditekan dan pengguna harus menahan nafas selama 15 detik hingga mendengar bunyi dering. “Selama pembacaan detak jantung, pengguna tidak dianjurkan bergerak agar hasil pembacaan lebih akurat,” sarannya.

Hasil pembacaan KardiaQ akan berupa seismocardiography (SCG) dan phonocardiography (PCG). Sinyal SCG dan PCG tersebut merupakan kondisi komponen jantung dan keluarannya berupa detak jantung dalam satuan beat per minute (bpm).

Hasil ini diukur dari getaran-getaran harmonik yang terdeteksi oleh sensor akselerometer pada ponsel. Sinyal getarnya kemudian diproses menjadi sinyal SCG dan FCG. “Kondisi jantung normal berada di rentang 60 - 120 bpm,” terang alumnus S1 Fisika dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.

Lebih dalam, PCG sendiri adalah rekaman suara yang dihasilkan oleh jantung selama siklus detak jantung. Hasil rekaman tersebut berasal dari suara detakan jantung dan suara-suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran darah melalui struktur jantung.

Dari rekaman tersebut, dokter biasanya menganalisis pola bunyi jantung dan mendeteksi masalah jantung. Sementara itu, bacaan grafik sinyal SCG sendiri digunakan untuk mendiagnosis masalah jantung seperti gangguan irama atau kelemahan kontraksi.

Setelah meneliti lebih lanjut terkait SCG dan PCG, Frans mendapatkan validasi bahwa alat ukur fonokardiografi dan seismokardiometer memanfaatkan sensor akselerometer untuk membaca kondisi jantung manusia.

Akselerometer ialah sensor yang digunakan untuk mengukur perubahan kecepatan suatu objek dalam tiga dimensi berbeda. Akselerometer nantinya akan menghasilkan data tentang gerakan atau getaran yang dialami oleh objek tersebut.

Pada fonokardiograf, akselerometer digunakan untuk membantu mengisolasi dan merekam suara jantung dengan lebih jelas. Sementara itu, akselerometer pada seismokardiometer digunakan untuk mendeteksi getaran yang dihasilkan oleh gerakan jantung. 

Dilansir dari situs Alodokter, detak jantung memang mampu menciptakan sensasi getaran di dada kiri terutama saat berbaring. “Sehingga lebih disarankan pengguna berada dalam posisi terlentang untuk meminimalisir getaran akibat pergerakan tubuh,” papar dosen Departemen Tadris Fisika Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus, Batusangkar.

Dikutip dari jurnal berjudul Aplikasi Sensor Accelerometer pada Handphone Android sebagai Pencatat Getaran Gempa Bumi secara Online, sebagian besar perangkat ponsel memang dilengkapi sensor akselerometer yang dapat mengukur gerak, orientasi, dan berbagai kondisi lingkungan. Peluang perkembangan teknologi inilah yang dimanfaatkan Frans untuk menjadikan ponsel sebagai alat utama dari produk penelitiannya.

Salah satu jurnal ilmiah yang ditulis oleh Adinarayana pada 2014 pun menyatakan bahwa sinyal suara jantung merupakan sinyal gelombang suara yang lemah dan umumnya berada pada kisaran 10-250 Hertz.

Maka dari itu, sensor pada telepon genggam pun sudah mampu menangkap sinyal tersebut. “Sehingga orang yang ingin memeriksakan kondisi kesehatan jantungnya dapat bermodalkan ponselnya dalam mendeteksi ketidaknormalan pada irama jantungnya,” jelasnya.

Selain mendeteksi detak jantung pengguna, KardiaQ juga dilengkapi fitur lain yang memudahkan pengguna seperti riwayat pengecekan heart rate untuk mempermudah monitor kesehatan jantung dari waktu ke waktu.

KardiaQ juga memfasilitasi pengguna untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis jantung melalui fitur chat. “Pengguna dapat melihat sistolik dan diastolik jantung yang berguna untuk konsultasi lebih lanjut ke dokter spesialis jantung,” ungkap lelaki kelahiran 1979 ini.

Frans berharap dengan adanya aplikasi KardiaQ yang diteliti dalam bimbingan dosen Agus Muhamad Hatta ST MSi PhD ini, masyarakat dapat lebih sadar akan kesehatan jantung dan rutin memantau kondisi jantungnya.

“Harapannya, KardiaQ dapat digunakan secara luas dan dapat berkontribusi untuk menekan angka kematian akibat penyakit jantung,” pungkasnya.