Karena Kesalahan Administrasi Dua Karyawan Dipenjarakan, Kini Ajukan Praperadilan Tuntut Ganti Rugi

Pengacara Effendi Sitorus/RMOLJatim
Pengacara Effendi Sitorus/RMOLJatim

Tidak terima kliennya dikriminalisasi, Pengacara Effendi Sitorus mengajukan praperadilan tuntutan ganti rugi kepada pemerintah, Kapolda Jatim, Kapolres Madiun hingga Kasatreskrim. 


Praperadilan tuntutan ganti rugi tersebut resmi didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Madiun pada Rabu (13/9) lalu. 

Praperadilan yang didaftarkan tersebut mengenai tuntutan ganti rugi, dalam UU no. 1 tahun 1981 tentang KUHAP, Pasal 95 ayat 1 dan ayat 5. Ayat (1) : Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang² atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan. Ayat (5) : Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan. 

Dengan termohon I adalah Pemerintah Cq Kapolri Cq Kapolda Jatim Cq Kapolres Madiun Cq Kasatreskrim Polres Madiun. Termohon II adalah Pemerintah Cq Menteri Keuangan Republik Indonesia.

"Mengkriminalisasi orang dengan menetapkan tersangka dan ditahan di sel selama 28 hari oleh Kapolres Madiun cq Kasatreskrim cq Kanit dan penyidik adalah tindakan kejahatan," kata pengacara yang akrab disapa Bang Sitorus kepada Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (15/9). 

Kasus ini bermula dua klien Sitorus, yang menjabat sebagai direktur pabrik yakni Lukman Bin Liem Seng Sui dan juru timbang Hendri Bin Candra memberikan bonus kepada pembeli ampas tapioka. 

Harga ampas tapioka sudah sesuai permintaan dari pemilik pabrik tapioka PT Budi Starch dan Swetenner Tbk, yang berada di jalan Suluk Km 2 Desa Candimulya Kecamatan Dolopo kabupaten Madiun. 

Pemberian bonus kepada pembeli ini dimaksudkan agar pembeli tidak lari beli ke tempat lain. Hingga, pada saat auditor perusahaan datang dan menghitung, menemukan adanya selisih dalam penjualan ampas tapioka. 

Temuan selisih kemudian dilaporkan kepada pemilik pabrik dan memerintahkan auditor untuk melapor ke Polres Madiun. Tanpa memberikan teguran atau peringatan kepada karyawan yang bersangkutan. 

Akhirnya dari 6 (enam) orang karyawan pabrik yang dipanggil ke Polres untuk diperiksa. Dua orang yang kini menjadi klien Bang Sitorus langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. 

"Hanya 2 orang kilen saya ini langsung ditahan. Saya herankan lagi dalam waktu singkat sekitar seminggu nggak masuk akal dan terlalu dipaksakan. Masak 2 alat bukti, saksi-saksi yang meringankan dan keterangan saksi-saksi yang ada yang dipanggil 6 orang, langsung bisa memenuhi syarat untuk ditahan?. Apalagi di TKP tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti untuk memenuhi 2 alat bukti, jadi nggak masuk akal secara waktu kecuali tertangkap tangan," ujar Sitorus. 

Sitorus berkeyakinan, penahanan kliennya tersebut merupakan pesanan dari pejabat tinggi di Polda Jatim, koneksi pemilik pabrik. Diduga pemilik pabrik sengaja memenjarakan karyawannya yang salah. Sekalipun itu kesalahan administrasi. 

Digiring dan dibawa ke ranah pidana, kemudian karyawan dipaksa untuk menandatangani surat pengunduran diri. Tujuannya, perusahaan tidak memberikan pesangon. 

Ini juga terjadi salah satu kliennya, Hendri Bin Candra saat masih dalam tahanan dipaksa untuk tandatangani pengunduran diri. Sedangkan Lukman tidak dipaksa untuk mengundurkan diri tapi dibuat keadaan untuk melakukan pengunduran diri. Dengan dipindahkan tugas ke luar Jawa. Hingga Lukman lebih memilih untuk mengundurkan diri dari pada harus dipindah ke luar Jawa. Sehingga tidak menerima pesangon. 

Karena inilah, mengapa kliennya  Sitorus meminta praperadilan tututan ganti rugi kepada pemerintah, Kapolda Jatim, Kapolres Madiun hingga Kasatreskrim. 

Kejanggalan lain lanjut Sitorus, pasal yang disangkakan pun terasa aneh. Yakni pasal 362 KUHP jo pasal 55 KUHP dan/atau pasal 374 jo 55 KUHP. Menurut Sitorus, pencurian dalam jabatan pasal 374 bentuknya Penggelapan tidak bisa disangkakan ke pasal 362 tentang Pencurian karena sudah dipercayakan pada jabatan, jadi bukan pencurian seperti pada pasal 362 KUHPidana.

"Bahwa pasal yang disangkakan nggak masuk akal dan pasal 374 bentuknya penggelapan tidak bisa disangkakan ke pasal 362 tentang pencurian karena dipercayakan pada jabatan, jadi bukan pencurian seperti pasal 362 KUHPidana. Jadi ngaco," tambahnya. 

Setelah dua kliennya dibebaskan dengan disertai terbitnya SP3, pihak kliennya akan tetap melakukan praperadilan tuntutan ganti rugi kepada pemerintah, Kapolda Jawa Timur, Kapolres Madiun dan Kasatreskrim. 

Akibat penahanan dan tuduhan yang tidak terbukti mengakibatkan dampak kerugian materil dan imateril terhadap kliennya. Semua bentuk kerugian materil dan imateril sudah tertuang dalam praperadilan tuntutan ganti rugi. 

Sitorus berjanji akan melawan siapapun yang berada di belakang kasus yang dihadapi kliennya tersebut. 

"Akan saya lawan, gak peduli sam bekingan jenderal dan atau pemilik perusahaan sekalipun. Yang jelas kasus ini banyak merugikan klien saya makanya kami daftarkan praperadilan ini," tegasnya. 

Sampai berita ini selesai ditulis, belum ada tanggapan dari Kapolres Madiun AKBP Anton Prasetyo meski sudah dihubungi melalui aplikasi whatsapp.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news