Wali Kota Eri Sebut 63 ASN Non Pemkot Surabaya Terima Bansos

Eri Cahyadi/RMOLJatim
Eri Cahyadi/RMOLJatim

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan tidak ada Aparatur Sipil Negara (ASN)-nya yang masuk dalam daftar penerima bantuan sosial (bansos).


Kalaupun ada, sesuai temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana 63 ASN penerima bansos, namun yang bersangkutan tidak bertugas di lingkungan Pemkot tetapi hanya berdomisili di Surabaya.

“Terpenting di Surabaya tidak ada. Keluarganya pegawai negeri (PNS) itu menerima PKH (program keluarga harapan). Di Surabaya kemarin ada 63 orang. Tapi bukan Pemkot Surabaya. Saya tidak tahu ada dimana ini. Karena di Surabaya ada kementerian, provinsi, ada pemkot,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dikutip Kantor Berita RMOLJatim menanggapi data KPK soal puluhan ribu ASN terdaftar sebagai penerima bansos, Selasa (19/9).

Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) ini menegaskan bahwa dari 63 nama yang ada dalam daftar tak ada satupun ASN di lingkungan Pemkot Surabaya.

Termasuk soal temuan Kementerian Sosial (Kemensos) dimana ada penerima bansos yang punya gaji di atas UMR, Wali Kota Eri memastikan tidak ada di Surabaya.

Sementara Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Anna Fajrihatin juga menyatakan hal yang sama. 

Bahwa ke-63 ASN yang disebut KPK itu bukan bekerja di instansi Pemerintah Kota Surabaya.

“Memang ASN, tapi bukan ASN Pemkot Surabaya, alamat yang bersangkutan yang ada di Surabaya,” ujar Anna.

Sekedar diketahui, beberapa waktu lalu Pahala Nainggolan Direktur Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK menyebut ada 23 ribu ASN yang tercatat sebagai penerima bansos Kemensos.

Daerah lain, Trenggalek, menemukan adanya 11 Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) yang tercatat dalam daftar penerima bantuan sosial (bansos) pemerintah. 

Namun nama itu masuk saat mereka belum menjadi ASN.

Hal yang sama juga dikatakan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.

Mantan Wali Kota perempuan pertama di Surabaya ini mengaku, bila ia yang telah menemukan penerima bantuan sosial (bansos) yang masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) padahal memiliki gaji di atas upah minimum kabupaten/kota (UMK).

"Iya, iku aku seng nemukno (saya yang menemukan," kata Risma sapaannya, Minggu (17/9).

Namun, Risma enggan menjawab ketika ditanya berapa jumlah orang yang menerima bansos tersebut.

Bahkan, ketika ditanya lagi rumornya ada penerima bansos yang masuk DKTS tersebut masih berstatus aparatur sipil negara (ASN).

Risma enggan menanggapinya. Ia lebih memilih diam.

Seperti ramai dipemberitaan sebanyak 23.853 orang berstatus ASN menerima bansos.

Kemudian, ada sejumlah pegawai dan pejabat yang terdaftar dalam Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham sebanyak 13.369 orang.

Padahal mereka menerima gaji di atas UMK.

Tak hanya itu, ada pula temuan nama-nama warga yang seharusnya menerima bansos tetapi dicoret oleh BPK lantaran identitasnya digunakan oleh sejumlah pihak. 

Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam praktik bansos tersebut.