Visi Amin dan Asa Nelayan

Pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin)/RMOL
Pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin)/RMOL

VISI misi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) mencatat hal-hal yang paling urgent di sektor kelautan-perikanan. Garis besar haluan visi misi Amin itu turut mencakup kesejahteraan nelayan dengan semboyan "Nelayan Senang, Nelayan Untung, Nelayan Bisa Menabung". Kalimat ini sejurus dengan realitas nelayan yang kini mengalami berbagai kesulitan. 

Pasangan Amin memahami, menyelami dan mencoba menjahit kembali struktur sosial ekonomi nelayan yang tercerabut dari akar aktualisasi kegiatan melaut selama 10 tahun ini. Dari kata "Nelayan Senang," visi Amin merajut kembali asa kebahagiaan nelayan di atas tumpukan masalah yang berakibat sengsara kehidupannya.

Ekonomi sosial nelayan terbentur oleh mayoritas kebijakan negara yang membuat kemiskinan menganga. Kesejahteraan jauh dari basis kebijakan negara yang sesungguhnya. Spirit kebijakan ingin sejahtera, tetapi realisasi kebijakan menyengsarakan. Hal ini terjadi akibat negara menyerahkan seluruh paket kebijakan ekonomi pada oligarki.

Kesenangan dan kebahagiaan nelayan terabaikan. Negara tak pernah memiliki empati dan simpati terhadap realitas kemiskinan dan kesengsaraan nelayan itu sendiri. Maka, pasangan Amin memberi harapan dan kepastian bahwa "Nelayan harus senang dan bahagia pada masa mendatang. Tanpa harus mereduksi proses kegiatan melaut."

Begitu juga, kalimat "Nelayan Untung", banyak hal yang dipertimbangkan atas kalimat visi Pasangan Amin. Problemnya, fondasi visi misi poros maritim tidak menciptakan saluran market dan alur strategis sebagai jalan kesejahteraan.

Maritim Indonesia selama hampir 10 tahun ini, justru menjadi bancakan empuk yang hanya menarik investasi tanpa tindakan memulihkan kegiatan ekonomi masyarakat pesisir dengan pasar lokal, regional maupun global.

Pasangan Amin menyusun kembali konsep "Nelayan Untung," yang memiliki paradigma yang kuat: pertama, untuk kemajuan. Ada banyak stakeholders yang bangga dengan visi kerja pasangan Amin.

Pasangan Amin, sudah membaca bahwa persepsi publik terhadap kinerja pemerintah yang dinilai buruk dalam menjamin kehidupan masyarakat pesisir. Karena, belum ada unsur perbaikan bagi masyarakat kelas bawah seperti nelayan. Model indikatornya realistis, pemerintah dinilai baik dan berhasil oleh rakyatnya ketika pembangunan dan kebijakan itu menciptakan rasa manis dan bahagia.

Pandangan kedua, untuk kedaulatan. Penenggelaman kapal sering menjadi isu ‘nebeng’ poros maritim sebagai tafsir dan tanda berdaulatnya Indonesia di mata asing. Ini yang salah ditafsirkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai pelaksana tugas dan peran kebijakan dari visi poros maritim. Agenda pemberantasan Illegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF) menjadi trendmark kedaulatan. Namun tak bernilai apa-apa, karena tak sejalan dengan keuntungan yang didapatkan nelayan.

Pandangan ketiga, untuk Nelayan Untung dan Sejahtera, cara merealisasikan program pemerintah ke depan, memang harus rigid hingga tercapai aspirasi masyarakat dalam kebijakan pembangunan. Tentu, semua itu untuk kesejahteraan. Namun, bisa ditelaah lebih jauh, kalau kebijakan itu tanpa ada pemetaan, riset kajian dan dampak keuntungan sosial ekonomi. Maka kebijakan itu amat menyakitkan sekali.

Maka ke depan, Pasangan Amin perlu meramu kalimat "Nelayan Bisa Menabung," tentu memiliki spirit yang bisa meningkatkan taraf hidup nelayan. Melalui berbagai terobosan penting seperti perizinan, pembagian alat tangkap, market (harga pasar), Nilai Tukar nelayan, nilai tukar pembudidaya, dan pemberantasan illegal fishing.

Pasangan Amin telah merefleksikan bahwa kebijakan yang ada selama ini sangat tidak relevan dengan kebutuhan nelayan. Walaupun semua kebijakan bermuara pada kesejahteraan. Sebaliknya, terjadi kemiskinan, pengangguran dan meningkatnya kriminalitas untuk nelayan.

Realitas terhadap nelayan itu terjadi akibat kebijakan pelarangan alat tangkap, sulitnya perizinan dan pemenuhan BBM. Ditambah lagi, kebijakan yang melibat unsur investasi oligarki yang jauh dari cita-cita kerakyatan. Ke depan Pasangan Amin diharapkan sebagai akselerasi program kelautan dan perikanan.

Terutama yang paling menjadi sorotan saat ini, belum ada korelasi (hubungan) kesejahteraan dengan pelarangan alat tangkap nelayan dan penenggelaman kapal (pemberantasan illegal fishing). Masalahnya, tidak ada fakta kebijakan itu memberikan kesejahteraan kepada nelayan.

Pertanyaan, lalu kebijakan itu untuk siapa? Siapa yang untung dan buntung. Yang jelas, nelayan buntung dan asing yang untung. Logisnya, atas semua kebijakan itu, nelayan menjadi buntung dan asing untung karena korelasi kebijakan tak menyentuh masalah substansi untuk memberikan jalan keluar.

Maka, pasangan Amin ke depan harus menyusun paket kebijakan yang objektif dan memberikan rasa baik bagi kesejahteraan nelayan. Diharapkan, nelayan tak lagi merasakan kesulitan melaut, susahnya urus Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Laik Operasi (SLO), Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), anjloknya ekspor, gagalnya peningkatan kesejahteraan, kapal mangkrak.

Hingga saat ini, bantuan KKP banyak yang tidak menyentuh persoalan sebagai solusi untuk keluar dari jurang kemiskinan nelayan.

Bagi pasangan Amin, tak boleh lagi terjadi kondisi seperti ini pada nelayan. Tidak boleh lagi nelayan merasa buntung dan asing untung. Nelayan harus untung, nelayan senang dan bisa menyisihkan penghasilan sebagai penunjang kesejahteraan untuk masa depannya.

*Penulis adalah Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI), pemerhati isu kelautan Indonesia