Film Dirty Vote Terkena Banned, Rezim Jokowi Panik?

Tangkapan layar dirty vote
Tangkapan layar dirty vote

Film dokumenter Dirty Vote tetiba hilang dari pencarian akun You Tube. Filem tersebut semacam dihilangkan atau terkena banned.


Film arahan sutradara, Dandhy Dwi Laksono membuat memang membuat geger Republik Indonesia. Baru dilaunching dalam hitungan jam sudah ditonton jutaan pasang mata di Indonesia.

Mahasiswa Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair, Aulia Thaariq Akbar menyampaikan jika Dirty Vote ini sebuah film yang coba membantu menyusun kejadian-kejadian yang telah terjadi. Lalu disimpulkan dalam satu kerangka yakni kebobrokan kontestasi pemilu yang sistematis.

"Jadi bukan spekulasi semata. Mereka bertiga para ahli ini hanya membantu kita mencoba menjelaskan bagaimana rentetan-rentetan kecurangan atau kebobrokan itu terjadi," ujarnya, Selasa (13/2).

Dari filem tersebut, kata dia, masyarakat akhirnya menjadi tahu. Bahwa sistem pemilu kita ternyata yang merusak dari rezimnya sendiri. Sebab abbuse of power sangat seringkali terjadi di momen-momen selama pemilu.

Namun, lanjut Atta, sapaan akrabnya, filem dokumenter tersebut sekarang semacam terkena banned di Youtube.

"Nah iya kena shadow ban Mas itu," tegasnya.

Atta beranggapan semacam ada kepanikan dari rezim Presiden RI, Joko Widodo saat ini. "Menurutku iya Mas. Apalagi kalau aku lihat ada yang sampe tiba-tiba ga dikasih izin dari tempatnya untuk mengadakan nobar," imbuhnya.

Senada Wakil Dekan FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Dr. Umar Sholahudin menyampaikan jika filem ini sangat bagus bagi pemilih yang belum menentukan pilihannya atau yang masih galau. 

"Pesan moralnya jangan biarkan politisi bermasalah secara etik, hukum dan politik, melenggang ke istana. Pemilih bisa menghukum politisi bermasalah dengan cara tidak memilih mereka," tegasnya.

Menurut dia film itu juga memberikan penyadaran politik dan meningkatkan kesadaran politik masyarakat. Bahwa ada bopeng hitam politik dalam arena demokrasi dan pemilu 2024 ini. 

"Dan masyarakat pemilih perlu merdeka dalam memilih dengan tidak memilih politisi bermasalah," imbuh dia.

Sementara itu beberapa jam setelah film itu muncul, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran melakukan konferensi pers. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional, Habiburokhman, menilai film dokumenter tersebut bernada fitnah dan tidak ilmiah.

“Negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun perlu kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN, Minggu (11/2/2024).

Sementara itu, Dhandy menuturkan, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar. 

Berbeda dengan film-film dokumenter di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru sebelumnya, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO. Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira mengatakan, dokumenter ini sesungguhnya memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.

“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” kata Joni. 

Kemudian, Bivitri Susanti, menilai, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat. Kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.

Filem dokumenter Dirty Vote link sampai saat saat ini sudah di tonton sebanyak 6,69 Juta, sementara di tautan youtube PSHK Indonesia sebanyak 6,3 Juta penonton. Kalau dijumlah dari dua link tersebut sebanyak 13 juta penonton telah melihat filem tersebut hingga berita ini ditulis (13/02).