Sarjan (21) warga Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) merasakan kerinduan yang sangat mendalam kepada kampung halamannya. Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah itu memutuskan untuk pulang kampung ke NTB dengan berjalan kaki.
- Peringati HUT Ke-108, Wali Kota Malang Berkomitmen Rampungkan Tugas Besar
- HUT TNI Ke-76, Dankodiklat AL Pantau Vaksinasi dan Ziarah Di Pesantren Tebuireng
- Penggandaan Uang di Jember, Tersangka dan Korban Sama-sama Ingin Kaya Mendadak
Berbekal tekad dan niat yang bulat, pemuda asal Desa Rato, Kecamatan Parado itu berangkat dari indekosnya di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pada 26 April 2020 lalu. Dia mengaku sudah berada di indekosnya itu lebih dari 2 bulan.
Hingga akhirnya rekan se-kostnya satu persatu pulang kampung. Keinginannya pun makin kuat karena ia sudah genap 4 tahun tidak pernah pulang ke rumahnya di Bima, sejak merantau ke Ciputat untuk menempuh pendidikan di kampus UIN Jakarta.
"Di kostan sudah nggak ada orang. Sepi, bosan juga sudah hampir dua bulan di kosan mulu. Saya juga sudah empat tahunan nggak pulang," tutur Sarjan seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (13/5).
Seperti diketahui, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan seluruh moda transportasi darat, laut, dan udara dihentikan sementara dalam rangka pencegahan Covid-19 di tanah air.
Namun begitu, kebijakan PSBB tampaknya tidak menyurutkan tekad bulat mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarief Hidayatullah itu untuk bertemu dengan keluarga di kampung halaman.
Sarjan pun memulai perjalanannya dengan berjalan kaki seorang diri dari Ciputat dengan tujuan awal menuju pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur. Sesampainya di Pamanukan Subang, Sarjan bertemu tiga orang pemuda yang bernasib sama. Mereka juga terpaksa berjalan kaki untuk pulang ke kampung halaman.
Sarjan mengatakan, tiga pemuda itu berasal dari daerah yang berbeda-beda. Namun, kampung halaman mereka semuanya berada di wilayah Jawa Tengah.
"Kalau dari Ciputat saya sendiri. Pas di Subang (Pamanukan, perbatasan Indramayu) bareng tiga orang yang kena PHK. Ya sudah jalan bareng mereka bertiga. Ada yang ke Solo, ada Surakarta, sama Cilacap. Nah, mereka pada turun di Jawa Tengah semua. Ya sudah saya jalan sendiri ke Jawa Timur (Banyuwangi)," ungkap Sarjan.
Sepanjang perjalanan menuju Solo, ia bersama tiga pemuda yang kena PHK itu sesekali menepi untuk makan, mandi, dan beristirahat mengisi stamina di emperan toko.
"Saya nginep di pinggir jalan. Kan ada warung kalau malem pada tutup, kita nginep di bale-balenya itu, di gubuk-gubuk. Ya pokoknya kalau sudah jam 10 malam waktunya istirahat, ya kita tidur," tutur Sarjan.
Singkat cerita, Sarjan dan tiga pemuda itu berpisah di Solo. Dia pun melanjutkan perjalanannya seorang diri menuju Banyuwangi. Sesampainya di Banyuwangi, ia ikut menumpang di truk barang agar bisa menyeberang ke Bali. Kemudian dilanjutkan ke Lombok.
"Saya numpang truk barang kebetulan nggak ada keneknya. Saya numpang, tapi bayar sih. Dari Bali jalan kaki ke Lombok. Nanti dari Lombok ke Bima," demikian Sarjan.
Saat ini, Sarjan masih berada di Kota Lombok setelah menempuh perjalanan kurang lebih 17 hari dari Jakarta. Masih butuh waktu sekitar 2 sampai 3 hari lagi untuk sampai ke kampung halamannya di Kota Bima.
.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Jaring Bibit Pemain Sepakbola Muda Berbakat, Askab PSSI Gelar Piala Bupati Gresik U-20
- Pameran Seni ArtOs Nusantara Dibuka, Bupati Ipuk: Momentum Dukung Industri Kreatif
- Cegah Polemik, DPRD Surabaya Minta Pengumuman Retribusi Foto di Balai Pemuda Dicabut