Warga Tumpang Pitu akan terus menggelar demo hingga Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersedia menemui mereka.
- Ingin Bunuh Diri Bersama Anaknya, Seorang Ibu Racuni Anaknya Hingga Tewas
- Kopdar KJR Di Mojowarno Berlangsung Meriah
- Penusuk Ustaz Syekh Ali Jaber Diamankan Di Polsek Tanjungkarang Barat
Demikian disampaikan koordinator aksi, Usman pada Kantor Berita RMOLJatim, Senin (242).
“Kami akan terus demo sampai ditemui Bu Khofifah,” ujar Usman.
Menurut Usman, aksi demo sebenarnya sudah dilakukan warga di kantor Bupati atau Pemda setempat. Karena Pemda juga punya saham disamping yang mengusulkan dari taman nasional ke hutan produksi.
“Kami sering demo di Pemda. Tak terhitung berapa kali,” kata Usman.
Dari hasil diskusi warga, sebut Usman, PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) selama ini diduga telah melanggar Perda No.1 Tahun 2018.
“Dalam aturan tersebut, alokasi ruang untuk pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Banyuwangi, terutama Kecamatan Pesanggaran, tidak dialokasikan untuk zona pertambangan, tetapi untuk zona pelabuhan perikanan, zona pariwisata dan zona migrasi biota,” terang Usman.
Warga juga menduga, keberadaan PT BSI dan DSI di wilayah tersebut juga melanggar Pasal 40 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Bunyinya: “Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.”
Sementara dalam penjelasannya disebutkan, “Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana adalah kegiatan pembangunan yang memungkinkan terjadinya bencana, antara lain pengeboran minyak bumi, pembuatan senjata nuklir, pembuangan limbah, eksplorasi tambang, dan pembabatan hutan."
Nah, saat ini aktivitas pertambangan yang dilakukan PT BSI dan DSI meskipun telah melalui proses studi AMDAL, dalam tuntutan yang disampaikan warga, tidak memiliki analisis risiko bencana.
Sementara dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 23 Tahun 2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 18 ayat (1) disebutkan: “Wilayah perencanaan RZWP-3-K meliputi: a. Kearah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan; …” dan Kecamatan Pesanggaran sendiri terletak di ujung selatan Kabupaten Banyuwangi, sehingga wilayah tersebut mesti mematuhi Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP-3-K) Jawa Timur.
Adanya dugaan pelanggaran yang disebutkan warga tadi, Pemprov Jatim malah memberikan penghargaan pada PT BSI pada Minggu (28/7/2019) atas Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2019.
Penghargaan itu diberikan Gubernur Jatim pada puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Jawa Timur di Kompleks Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan Probolinggo.
Ini tentu tidak sesuai dengan temuan warga. Pasalnya, sejak masuknya PT BSI dan PT DSI di Desa Sumberagung, berbagai masalah sosial-ekologis dan keselamatan ruang hidup masyarakat justru semakin meningkat.
“Salah satunya adalah bencana lumpur yang terjadi pada Agustus 2016 silam. Selain telah merusak sebagian besar kawasan pertanian warga, bencana lumpur tersebut juga membuat kawasan pesisir pantai Pulau Merah (Desa Sumberagung) dan sekitarnya berada dalam kondisi yang sangat mengenaskan,” terang Usman.
Bahkan karena kerusakan tersebut ditemukan sejumlah fakta bahwa beberapa jenis kerang, ikan dan beberapa biota laut lainnya mulai menghilang dari pesisir Desa Sumberagung dan sekitarnya.
Sejumlah kelompok binatang seperti monyet dan kijang juga mulai turun memasuki lahan pertanian warga karena rusaknya habitat mereka.
Tidak hanya itu, beberapa sumur milik warga mulai mengalami kekeringan diduga karena penurunan kualitas lingkungan. Hal ini belum ditambahkan dengan sejumlah peningkatan pencemaran dan polusi tanah, udara, suara yang juga cukup signifikan.
Sementara itu, pada 10 Februari 2020, ditemukan dua bangkai penyu yang terdampar di pesisir Pantai Pulau Merah dan diduga disebabkan oleh aktivitas pertambangan di Gunung Tumpang Pitu.
Berdasarkan keadaan-keadaan tersebut, warga menyebut PT BSI diduga melanggar UU 32/2009 pasal 69 ayat 1 huruf (a) yang melarang “setiap perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pengendalian Covid-19 Membaik, Kemnaker Masifkan Penyaluran BSU
- Wagub Mengaku Sering Diteror Pinjol Ilegal
- Lubang Buaya Cemetuk Banyuwangi