Balita di Madiun mengindap penyakit kulit langka epidermolysis bullosa (EB). Penyakit kulit langka tersebut diketahui tiga bulan setelah melahirkan.
- UD Trucks Indonesia Rayakan Kemenangan Pengemudi Indonesia di Ajang Global UD Extra Mile Challenge 2024
- Legislator PPP Usulkan Penambahan Anggaran Pelatihan dan Bantuan Kepada Petani
- Pengajian Gus Iqdam di Balai Kota Surabaya, Pemkot Alihkan Arus Lalu Lintas dan Siapkan Titik Parkir
Kedua orang tua balita tersebut hanya bisa pasrah dan meminta bantuan dari dinas-dinas terkait di Kabupaten Madiun karena hingga saat ini pihaknya minim dapat perhatian dan bantuan dari pemerintah daerah.
Tak ada yang aneh saat Sri Susanti (36) mengandung anak laki-lakinya yang bernama Alfi Azka. Namun tiga bulan setelah melahirkan, Susanti dan suaminya Jayus (43) harus menghadapi kenyataan bahwa sang buah hati keduanya menderita penyakit epidermolysis bullosa.
Diketahui epidermolysis bullosa adalah sekelompok kelainan kulit langka yang diturunkan yang menyebabkan kulit menjadi sangat rapuh. Kondisi ini berhubungan dengan jaringan ikat dan bisa menyebabkan kulit serta membran mukosa melepuh. Trauma atau gesekan apa pun pada kulit dapat menyebabkan lepuh yang menyakitkan.
Sejak saat itu hingga kini pasangan suami-isteri yang tinggal di desa Tulung RT 11 RW 1 Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur ini harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengupayakan kesembuhan anaknya yang saat ini sudah berusia 3 tahun 4 bulan.
"Setahun pertama saya harus mengunakan uang pribadi hingga menjual motor untuk membiayai pengobatan anak saya," ujar Jayus, Rabu (28/5) dikutip Kantor Berita RMOLJatim.
Pada tahun keduanya sedikit bisa bernafas lega karena keluarganya dimasukan ke dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh Dinas Sosial Kabupaten Madiu, sehingga dapat membatu biaya pengobatan sang buah hati.
Namun masalah tidak hanya di situ, rumah sakit terdekat milik Pemerintah Kabupaten Madiun yaitu RSUD Caruban tidak mampu menanganinya penyakit ini. Hingga Azka harus menjalani pengobatan di RSUD dr. Soedono di kota Madiun yang harus ditempuh kurang lebih satu jam dari rumahnya.
"Kita bingung karena tidak ada mobil untuk membawa Aska. Karena saat itu kondisi badan anak saya muncul bintik-bintik berisi air dan mudah pecah, terlebih tidak boleh terkena angin karena dapat memperparah kondisinya," ungkap Jayus mengingat masa itu.
Beruntung saat itu ada kendaraan ambulans milik Yayasan Nurul Hayat dari Kota Madiun yang akhirnya digunakan hingga saat ini untuk berobat ke Kota Madiun setiap dua minggu sekali. Padahal, menurutnya di kantor desa nya juga ada ambulance siaga namun perhatian dari pemerintah desa tidak ada.
Saat ini menurut Jayus anaknya sudah semakin membaik meskipun perkembangannnya tidak seperti anak lainnya. Di usianya sekarang Aska masih belum bisa bicara juga tidak dapat berteman dengan anak-anak lainnya seusianya.
Selain itu, Aska harus tetap kontrol ke rumah sakit, karena di sekujur tubuh anaknya masih banyak luka lepuh dan jika kondisinya tidak baik akan muncul bintik-bintik berisi air kemudian mengeluarkan nanah.
"Anak saya gak bisa kena sinar matahari, debu, dan harus batasi makanan seperti telur, ayam, dan daging," ujarnya.
Sekarang, Jayus hanya bisa pasrah dan meminta bantuan dari dinas-dinas terkait di Kabupaten Madiun karena hingga saat ini pihaknya minim dapat perhatian dan bantuan dari pemerintah daerah.
Pekerjaannya yang hanya sebagai pencari kayu dan buruh tani jika musim tanam tidak mampu untuk memberikan pengobatan yang layak untuk anaknya.
"Kalo musim tanam ya jadi buruh tani, kalau biasanya cari di hutan dan saya jual lagi. Kadang laku kadang ndak. Seminggu bisanya dapat 50 ribu rupiah. Namun alhamdulillah dua bulan ini kita sudah dapat batuan PKH," ucapnya.
Selain Aska, pasangan Jayus dan Sri Susanti juga memiliki anak pertama Enda Permana (14) yang saat ini sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri 11 Madiun dan sedang menghadapi ujian semester sejak Senin (26/5).
Saat pulang Enda bercerita ke ibuanya jika mulai Rabu (29/5) dia harus melakukan ujian di ruangan yang berbeda dengan siswa lainya karena belum membayar uang sekolah selama satu tahun.
"Tadi anaknya cerita ditagih uang sekolah sebesar satu juta rupiah. Kalau tidak membayar akan ujian diruangan yang berbeda," kata Susanti.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Peringatan Hari Otoda 2024, Komitmen Wali Kota Eri Terhadap Penanganan Stunting Berbuah Penghargaan dari Presiden RI
- World Cleanup Day 2022, Pemkot Surabaya Bersihkan 1 Ton Sampah di Pantai Kenjeran
- Hore, Petani Kabupaten Probolinggo Dapat Tambahan Kuota Pupuk Bersubsidi