KINI jadi kenyataan: wanita Iran benar-benar boleh nonton sepak bola. Hadir langsung di stadion.Itu terjadi Selasa minggu lalu. Saat tim nasional Iran menjadi tuan rumah. Melawan tim yang sangat lemah Kamboja. Dalam babak penyisihan Piala Dunia 2022. Yang finalnya akan dilangsungkan --untuk pertama kali-- di musim dingin di Qatar.Serunya bukan main. Mereka berjingkrak. Juga mengibar-kibarkan bendera nasional. Berteriak dan bersorak.
- Netralitas dalam Pemilu
- Dewan Oligarki Sang Presiden
- Strategi Mewaspadai Dalang Gerakan Islamophobia di Indonesia
Ke depan bisa jadi jatah itu bertambah. Toh di Stadion Azadi Teheran masih terlihat banyak kursi kosong.
Stadion Azadi memang sangat besar. Kapasitasnya 80.000 penonton. Terbesar No. 28 di dunia.
Ia masih kalah dari stadion Gelora Bung Karno Jakarta. Sampai sekarang yang terbesar di dunia masih tetap stadion Pyongyang --Korea Utara: 120 ribu penonton.
Stadion Azadi sendiri dibangun oleh Shah Reza Pahlevi. Untuk Asian Games tahun 1974.
Juga diinginkan untuk Olimpiade setelah itu. Tapi politik mulai panas di Iran. Sejak tahun 1973. Akhirnya Olimpiade tahun itu --Anda tentu masih ingat-- dilangsungkan di Los Angeles, Amerika Serikat.
Pemerintah Iran memang mendapat tekanan lebih besar. Tidak hanya dari dalam negeri. Juga dari dunia sepak bola internasional.
Terutama sejak tragedi awal bulan lalu.
Hari itu seorang gadis membakar diri di depan pengadilan. Dengan menyiramkan minyak ke tubuhnya. Dan menyalakan api. Kulitnya terbakar parah --mencapai 90 persen tubuhnya.
Seminggu kemudian gadis itu meninggal dunia.
Gempar.
Namanya: Sahar Khodayari.
Umur: 20 tahun (Lahir 2 September 2000).
Sejak saat itu dia mendapat julukan Blue Girl. Si Gadis Biru.
Julukan itu sesuai dengan baju yang selalu dikenakannya: kostum sepak bola berwarna biru. Itulah kostum klub sepak bola pujaannya.
Nama klub itu: Esteghlal.
Hari itu Esteghlal lagi melawan klub elit dari Abu Dhabi: Al Ain.
Si Blue Girl harus nonton.
Apalagi saat away ke kandang Abu Dhabi, Esteghlal menang 1-2.
Hati Blue Girl sangat kemrungsung. Betapa seru kalau pertandingan itu di kandang sendiri. Dia harus nonton. Bagaimana pun caranya.
Tapi peraturan di Iran benar-bemar tidak membolehkan wanita nonton sepak bola. Sahar tidak kekurangan akal.
Nekad.
Sahar mengenakan pakaian laki-laki. Menyamar.
Ketika masuk stadion Sahar ketahuan. Penyamarannya kurang sempurna.
Ditangkap.
Ditahan.
Tiga hari kemudian Sahar dilepas. Menjadi tahanan luar. Menunggu sidang pengadilan.
Di hari pertama pengadilan itulah Sahar mendengarkan tuduhan jaksa: dianggap melanggar UU larangan menonton bola bagi wanita.
Masih ada tuduhan kedua: tidak mengenakan jilbab di depan umum.
Dengan tuduhan seperti itu ancaman hukumannya bisa 6 tahun.
Sahar tidak sabar menunggu jalannya persidangan. Dia menjatuhkan vonis untuk dirinyi sendiri: membakar diri.
Kabar pun tersiar ke seluruh dunia. Protes bertubi-tubi. Sahar menjadi viral tidak habis-habisnya.
Kalau sekarang wanita Iran boleh menonton bola gadis bonek itulah tumbalnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news