Bukti Christea Korban Kriminalisasi- Kenapa Julianto Tidak Ditahan?

Kasus surat keterangan domisili palsu yang menjerat Ketua Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi PGRI (PPLP PT PGRI) Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) Christea Frisdiantara, kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Selasa (22/1).


"Khusus untuk saksi Julianto, dia adalah tersangka juga dalam kasus ini. Tapi anehnya kenapa Julianto tidak ditahan dan nggak diperiksa sebagai terdakwa. Harusnya ini menjadi satu kesatuan dan tidak bisa displit,” terang Sunu saat dikonfirmasi Kantor Berita , Selasa (22/1).

Hingga sidang bergulir hari ini di PN Sidoarjo, belum ada tanda-tanda Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Julianto. "Yang hadir (saat ini) hanya Puguh,” jawabnya.

Pada persidangan Kamis (17/1) lalu, JPU sempat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Djoni Iswantoro bahwa pihaknya mengatakan tinggal dua saksi dan satu saksi ahli yang akan diajukan dalam pengadilan selanjutnya. Jawaban JPU itu dirasa sebagai "tanda" mengingat dalam BAP, masih terdapat 10 saksi yang belum diperiksa.

"Melihat kasus ini, Sunu menduga kriminalisasi terhadap kliennya sangat kentara sekali. Poinnya jelas sekali. Julianto sebagai saksi dan tersangka tidak ditahan. DivPropam Mabes Polri sudah memastikan bahwa Christea Frisdiantara merupakan korban kriminalisasi. Saat ini infonya 7 penyidik yang menyidik pak Tea sudah diperiksa. Indikasi adanya kriminalisasi kuat banget,” tukas Sunu.

Sekedar diketahui, dugaan kriminalisasi Christea berawal dari kisruh kepengurusan Unikama yang terjadi antara Soedjai dan Christea. Keduanya mengklaim sama-sama memiliki SK Kemenkumham. Yang terjadi kemudian, saling memblokir rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI.

Soedjai dan Chrestea saling memblokir rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI di Bank BNI Cabang Malang, Bank CMB Niaga Cabang Malang, Bank BTN Cabang Malang, Bank Mega Syariah Cabang Malang, Bank Jatim Malang, dan Bank BCA Cabang Malang.

Saat itu muncullah Julianto Dharmawan, mantan pengacara Christea Frisdiantara yang menjanjikan dapat memberikan bantuan hukum dan mengajukan permohonan ijin dalam rangka perubahan specimen tanda tangan pada rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI melalui penetapan Pengadilan Negeri Malang namun pada akhirnya ditolak.

Julianto sendiri, menurut Sunu, adalah pengacara PPLP-PTGRI yang dikemudian hari diragukan integritas profesinya oleh Christea Frisdiantara dan para pengurus lainnya. Julianto menjanjikan kepada Christea dapat menguruskan penetapan dari pengadilan untuk mengurus seluruh aset PPLP-PTPGRI. Untuk mengurus itu, Julianto mendapat surat kuasa dari PPLP-PTPGRI yang ditandatangani oleh Christea dan Bendara PPLP-PTPGRI.

"Awalnya Julianto mendapat dana sebesar Rp 250 juta dari Christea untuk mengurus penetapan. Namun penetapan itu tidak berhasil didapatkan oleh Julianto dari PN Malang. Menurut Sunu, bukti pengurusan penetapan harusnya ada, tetapi saya ragu ada surat dari PN Malang yang menolak penetapan ini. Diurus atau tidak, nanti di sidang kita akan tanya," tegas Sunu.

Karena tidak bisa dilakukan di Malang, Julianto lantas mengajukan permohonan penetapan KE di PN Sidoarjo. Syaratnya, Christea membeli rumah di Sidoarjo dan memiliki surat keterangan domisili terlebih dahulu. Untuk itulah, Julianto kemudian menawarkan rumah milik Puguh agar dibeli Christea.

Seperti proses jual beli rumah yang normal, lanjut Sunu, Christea kemudian melihat rumah Puguh dan disepakati kemudian Christea membayar uang muka dengan didahului Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notariil di Sidoarjo. Setelah itu, Christea diminta oleh Julianto memberikan surat kuasa kepada Puguh untuk mengurus surat domisili.

Surat Domisili tertanggal 7 Mei 2018 itu berbunyi, bahwa Christea yang beralamat di Malang bukan penduduk Magersari, namun saat ini beralamat di Magersari. Surat Domisili diperlukan untuk mengakukan KPR di bank Mandiri Syariah Sidoarjo. Surat Domisili itu diterima Puguh dari Kelurahan Magersari itu sendiri.

Saat pengurusan Puguh bertemu dengan staf kelurahan bernama Dedy yang kemudian membuat surat tersebut. Berbekal surat tersebut, Puguh, sebagai penjual menghadap ke Lurah untuk minta tandatangan Lurah yang sebelumnya meminta surat pernyataan dari Puguh. Saat pengurusan surat domisili itu, Puguh juga membawa Kartu Keluarga dan KTP Christea yang beralamat di Malang.

Masih menurut Sunu, anehnya selesai dari Lurah Magersari, oleh Puguh surat domisili itu tidak diberikan kepada Christea, tetapi langsung diberikan kepada Julianto. Lalu Julianto mengajukan permohonan kepada PN Sidoarjo.

Anehnya lagi, draft permohonan penetapan tidak pernah dikonsultasikan kepada Christea sama sekali dan hanya diinformasikan bahwa permohonan sudah masuk dan untuk itu Christea diminta untuk menyiapkan bukti dan saksi.

"Singkat kata, surat penetapan dari PN Sidoarjo diterima oleh klien kami. Berbekal penetapan itu, Christea mengajukan permohonan perubahan spesimen dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai syarat perubahan spesimen," imbuh Sunu.

"Dari sinilah cerita kriminalisasi itu muncul. Menurut pengakuan klien kami, ia tidak pernah memberikan kuasa lagi kepada Julianto untuk ajukan penetapan di PN Sidoarjo. Surat kuasa yang dipakai oleh Julianto yang ada tandatangan Christea sendiri tidak pernah diketahui Christea. Christea tahunya hanya satu kuasa yaitu yang tanggal 28 Maret 2018 yang ditanda-tangani berdua bersama bendahara. Itu saja," tegasnya.

Christea tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka oleh Unit V Harda Satreskrim Polresta Sidoarjo setelah menerima laporan Lurah Magersari, Sidoarjo, Moch Arifin.

Dalam laporan polisi nomor: LPB/304/VII/2018/Jatim/Resta SDA, dosen itu dilaporkan membuat surat palsu atau memalsukan surat keterangan domisili di Sidoarjo Kota.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news