Untuk kedua kalinya saksi verbalisan dari Polresta Sidoarjo dalam sidang dugaan pemalsuan surat domisili dengan terdakwa Christea Frisdiantara, Ketua Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi PGRI (PPLP PT PGRI) Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama).
- KPK Tetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan 4 Orang Tersangka Suap
- Polisi Berhasil Identifikasi Dua Jenazah Remaja di Kali Bekasi
- Berkas Perkara Korupsi BRI Pucang Anom Rp6 Miliar Dilimpahkan ke Kejari Surabaya
"Maaf yang mulia, saudara saksi Bripda Della tidak bisa hadir karena sedang ada tugas hingga tanggal 16 Februari nanti," ucap Guruh Wicahyo, JPU Kejari Sidoarjo kepada Ketua Majelis Hakim Djoni Iswantoro dikutip Kantor Berita di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Selasa (12/2).
Pada sidang sebelumnya Bripda Della tidak hadir dengan alasan cuti. Padahal panggilan itu atas perintah kewenangan majelis hakim atas permintaan penasehat hukum terdakwa.
"Kami berharap agar saksi verbalisan hadir. Sekali lagi, kalau ada Labfornya tolong dicantumkan karena permintaan ada Labnya. Ini biar jelas surat ini asli atau palsu," ucap Djoni.
Sidang pemalsuan surat domisili akhirnya dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Dalam fakta persidangan, Christea mengaku ide adanya surat domisili di Kelurahan Magersari, Sidoarjo itu dari pengacaranya, Yulianto.
Christea mengaku mengenal Yulianto dari Kunta yang mengaku bisa mengurus pembukaan blokir bank dari pengurus lama Unikama yakni kubu Soedjai kepada dirinya. "Semua itu yang menawarkan Yulianto," ucapnya.
Ia juga mengaku bahwa terkait surat domisili, rencana membeli rumah milik Puguh hingga adanya penetapan PN Sidoarjo untuk perubahan spesimen tanda tangan, bahkan pembukaan rekening di sejumlah bank milik Yayasan PPLP PT PGRI Unikama itu semua dari Yulianto.
"Semua itu Yulianto yang mengatur," ungkapnya.
Meski Christea mengaku sempat memberikan kuasa untuk pengurusan surat domisili, namun pihaknya baru mengetahui jika surat tersebut digunakan untuk penetapan spesimen tanda tangan.
Dalam persidangan itu terdakwa juga mengungkap kesaksian selama proses penyidikan. Dirinya sempat ditanya soal pembuatan surat domisili palsu.
"Saya sempat bertanya dimana palsunya surat itu. Kan ini tanda tangannya Pak Lurah Magersari (Moch Arifien) dan ada stempelnya kelurahan. Katanya penyidik nomor register tidak sesuai, NIP dan bukan tanda tangan Pak Lurah. Itu saya bilang dimana letak palsunya," ungkap terdakwa di hadapan majelis hakim.
Dalam proses penyidikan itu, terdakwa sempat meminta untuk dilakukan uji Labfor. Namun kata penyidik bernama Jefri hal itu (uji Labfor) sudah dilakukan.
Tidak selesai di situ, ketika Christea ditetapkan tersangka, awalnya dia meminta tidak ditahan atas permintaan penasehat hukum Jauhari.
"Awalnya saya tidak ditahan dan ada wajib lapor. Namun, setelah saya wajib lapor yang kedua itu saya dikasih tahu penyidik untuk ditahan. Katanya penahanan sudah diteken sama Pak Kasatreskrim (Kompol M Harris) atas pertimbangan untuk memudahkan proses penyidikan," jelasnya.
Yang membuat terdakwa kecewa dan hanya bisa pasrah, saat itu penyidik melakukan perbuatan tidak manusiawi yakni memotong rambutnya tanpa alasan yang jelas. "Saya langsung digunduli dan difoto oleh penyidik," imbuhnya.
Anehnya lagi, lanjut dia, dari foto tersebut menyebar ke media masa dan menjadi headline sejumlah koran di Malang. "Lha kok bisa menyebar foto itu," ungkapnya dengan nada kesal.
Usai persidangan, Kuasa hukum Christea Frisdiantara, Bonaventura Sunu Setyonugroho mengaku akan melakukan upaya hukum dengan melaporkan penyidik Polresta Sidoarjo ke Propam Mabes Polri. Pihaknya menilai dalam fakta persidangan terungkap tindakan penyidik yang tidak obyektif, fair, dan imparsial terhadap terdakwa.
"Termasuk untuk yang penyidik yang menerima hasil Labfor yang tidak dimasukan dalam berkas itu. Kami akan upaya ke Propam Mabes Polri," tegasnya.
Sekedar diketahui, kasus dugaan surat domisili palsu Christea berawal dari kisruh kepengurusan Unikama yang terjadi antara Soedjai dan Christea. Keduanya mengklaim sama-sama memiliki SK Kemenkumham. Yang terjadi kemudian, saling memblokir rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI.
Soedjai dan Christea saling memblokir rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI di Bank BNI Cabang Malang, Bank CMB Niaga Cabang Malang, Bank BTN Cabang Malang, Bank Mega Syariah Cabang Malang, Bank Jatim Malang, dan Bank BCA Cabang Malang.
Saat itu muncullah Julianto Dharmawan, mantan pengacara Christea Frisdiantara yang menjanjikan dapat memberikan bantuan hukum dan mengajukan permohonan ijin dalam rangka perubahan specimen tanda tangan pada rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI melalui penetapan Pengadilan Negeri Malang namun pada akhirnya ditolak.
Sunu menyebut, Julianto adalah pengacara PPLP-PTGRI yang dikemudian hari diragukan integritas profesinya oleh Christea Frisdiantara dan para pengurus lainnya. Julianto menjanjikan kepada Christea dapat menguruskan penetapan dari pengadilan untuk mengurus seluruh aset PPLP-PTPGRI. Untuk mengurus itu, Julianto mendapat surat kuasa dari PPLP-PTPGRI yang ditandatangani oleh Christea dan Bendara PPLP-PTPGRI.
Awalnya Julianto mendapat dana sebesar Rp 250 juta dari Christea untuk mengurus penetapan. Namun penetapan itu tidak berhasil didapatkan oleh Julianto dari PN Malang.
Menurut Sunu, bukti pengurusan penetapan harusnya ada, tetapi saya ragu ada surat dari PN Malang yang menolak penetapan ini. Diurus atau tidak, nanti di sidang kita akan tanya.
Karena tidak bisa dilakukan di Malang, Julianto lantas mengajukan permohonan penetapan KE di PN Sidoarjo. Syaratnya, Christea membeli rumah di Sidoarjo dan memiliki surat keterangan domisili terlebih dahulu. Untuk itulah, Julianto kemudian menawarkan rumah milik Puguh agar dibeli Christea.
Seperti proses jual beli rumah yang normal, Christea kemudian melihat rumah Puguh dan disepakati kemudian Christea membayar uang muka dengan didahului Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notariil di Sidoarjo. Setelah itu Christea diminta oleh Julianto memberikan surat kuasa kepada Puguh untuk mengurus surat domisili.
Surat Domisili tertanggal 7 Mei 2018 itu berbunyi, bahwa Christea yang beralamat di Malang bukan penduduk Magersari, namun saat ini beralamat di Magersari. Surat Domisili diperlukan untuk mengakukan KPR di bank Mandiri Syariah Sidoarjo. Surat Domisili itu diterima Puguh dari pihak Kelurahan Magersari.
Namun setelah selesai dari Lurah Magersari, oleh Puguh surat domisili itu tidak diberikan kepada Christea, tetapi langsung diberikan kepada Julianto. Lalu Julianto mengajukan permohonan kepada PN Sidoarjo.
Anehnya, draft permohonan penetapan tidak pernah dikonsultasikan kepada Christea sama sekali dan hanya diinformasikan bahwa permohonan sudah masuk dan untuk itu Christea diminta untuk menyiapkan bukti dan saksi.
Singkat kata, surat penetapan dari PN Sidoarjo diterima oleh Christea. Berbekal penetapan itu, Christea mengajukan permohonan perubahan spesimen dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai syarat perubahan spesimen.
Menurut pengakuan Christea, pihaknya tidak pernah memberikan kuasa lagi kepada Julianto untuk ajukan penetapan di PN Sidoarjo. Surat kuasa yang dipakai oleh Julianto yang ada tandatangan Christea sendiri tidak pernah diketahui Christea.
Christea tahunya hanya satu kuasa yaitu yang tanggal 28 Maret 2018 yang ditanda-tangani berdua bersama bendahara. Itu saja.
Saat itu Christea tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka oleh Unit V Harda Satreskrim Polresta Sidoarjo setelah menerima laporan Lurah Magersari, Sidoarjo, Mochammad Arifin. Dalam laporan polisi nomor: LPB/304/VII/2018/Jatim/Resta SDA, dosen itu dilaporkan membuat surat palsu atau memalsukan surat keterangan domisili di Sidoarjo Kota.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Diperiksa KPK, Ketua DPRD DKI Ngaku Tidak Kenal Kenal Para Tersangka Kasus Tanah Munjul
- IPW Desak Oknum Polri yang Diduga Terlibat Mafia Tambang Sumsel Diperiksa
- Pria Ini Punya Kebiasaan Aneh, Makan Daging Kucing Untuk Obat Diabetes