Usulan yang diajukan DPR agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang hingga Rp 600 triliun, butuh sistem pengawasan yang kuat dan ketat agar dana superbesar itu tak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.
- Nasdem Dukung Johnny Plate Dijerat Pasal TPPU
- Airlangga Hartarto Safari ke Ponpes Genggong dan Nurul Jadid Paiton
- Pilpres 2024, Migrant Care Ungkap Modus "Dagang Susu" di Kuala Lumpur
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menilai, hal ini berpotensi menjadi BLBI jilid kedua.
"Atau jangan-jangan jualannya Bu Menkeu berupa global bond dalam denominasi mata uang asing kagak ada yang beli kali ya, atau cuma sedikit yang beli. Jadi ya satu-satu nya jalan ya cetak rupiah," ucap Arief Poyuono dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (6/5).
Dia menambahkan, "It's Ok sih cetak uang rupiah sebanyak itu oleh BI, tapi kalau pengawasan dan pengendalian tidak bagus maka akan jadi kiamat ekonomi Indonesia."
Pengawasan ini harus ketat dilakukan pemerintah. Jangan sampai suntikan dana kepada sejumlah pengusaha dan bank yang mengaku usahanya hancur akibat Covid-19, disalahgunakan oleh mereka.
Misalnya, imbuh Arief, begitu dapet dana langsung ditukarkan dengan mata uang dolar AS dan dolar Singapura. Kemudian disimpan di luar negeri dan habis itu menyatakan bangkrut dan menyerahkan aset-aset sampah ke pemerintah.
"Memang dengan tren adanya Modern Monetary Theory yang sangat ramai menjadi diskusi para ekonom dunia. Salah satu anjuran teori itu adalah jika sisi pengeluaran negara defisit maka caranya ya cetak duit, dengan pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara dan dibeli oleh Bank Indonesi," ujarnya.
Namun demikian, lanjut Arief, ada banyak syarat agar pencetakan uang tidak menimbulkan inflasi. Syaratnya, ekonomi negara tersebut harus full employment, uang yang dicetak digunakan untuk belanja fasilitas-fasilitas kesehatan gratis bagi masyarakat, pendidikan gratis, pembangunan infrastruktur pangan untuk mengerakan pembukaan lahan sawah baru dan infrastruktur lainnya oleh pemerintah.
Arief menambahkan, jika mencetak uang hanya untuk menalangi para konglomerat dan perusahaannya serta bank-bank swasta yang memang performance keuangan sudah negatif sebelum ada wabah Covid-19, yang bisa terjadi malah pengulangan krisis 98, bahkan mungkin lebih parah lagi.
"Jadi nyetak duit boleh saja, nggak jadi masalah. Tapi kalau ilmu silat nggak bener yang ada rontok sistem moneter kita," tandasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ingatkan Masyarakat, Cak Imin: Jangan Anggap Enteng Varian Omicron!
- PPP Probolinggo Target Kemenangan Untuk Antarkan Mahdi Calon Bupati
- KLB Moeldoko Ditolak, Pilihannya Rekonsiliasi Atau Bikin Partai Baru