Pelaksana kegiatan diskusi mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) mendapatkan teror akan dibunuh oleh orang tak dikenal (OTK).
- Massa Aksi Tolak UU Ciptaker Di Yogyakarta Juga Memanas
- BPBD Jatim Berhasil Padamkan Kebakaran di Penanjakan Gunung Bromo
- Siswa TK Ditemukan Tewas, Diduga Diculik dan Dibunuh Kekasih Ibunya
Peristiwa intimidasi dan ancaman pembunuhan itu dialami panitia yang keseluruhannya merupakan mahasiswa/i Fakultas Hukum UGM. Mereka mendapat ancaman verbal untuk mengubah judul kegiatannya, yang pada awalnya bertajuk "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan", hingga berujung pada pembatalan kegiatan.
Dekan Fakultas Hukum UGM Prof. Sigit Riyanto menjelaskan secara rinci ancaman pembunuhan yang disampaikan OTK terhadap pelaksanan kegiatan hingga kepada keluarganya.
Sigit Riyanto menjelaskan, ancaman itu muncul satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan diskusi, yang rencananya digelar tanggal 29 Mei 2020.
"Tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, pembicara, moderator, serta narahubung. Berbagai terror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas CLS," terang Sigit Riyanto dalam siaran pers dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (30/5).
Bentuk ancaman yang diterima beragam. Yaitu mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman penerima teror, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka.
Teror dan ancaman ini berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020, terang Sigit Riyanto. Bahkan, ancaman-ancaman itu bukan lagi hanya menyasar pihak penyelenggara dan pembicara, tetapi juga anggota keluarga pelaksanan kegiatan. Bentuknya berupa pesan teks kepada orang tua dua orang mahasiswa pelaksana kegiatan.
"Halo pak. Bilangin tuh ke anaknya ******* Kena pasal atas tindakan makar. Kalau ngomong yang beneran dikit lahhh. Bisa didik anaknya ga pak!!! Saya dari Ormas Muhammadiyah Klaten. Jangan main-main Pak. Bilangin ke anaknya. Suruh datang ke Polres Sleman. Kalau gak apa mau dijemput aja? Atau gimana? Saya akan bunuh keluarga Bapak semuanya kalo gabisa bilangin anaknya," begitu isi ancaman yang dibeberkan Sigit Riyanto dengan mencantumkan nomor pengirim +6283849304820 pada tanggal 29 Mei 2020 pukul 13.17-13.19 WIB.
Sementara satu orang keluarga panitia pelaksana kegiatan juga mendapat pesan teks yang bentuknya hampir serupa, namun dengan nomor yang berbeda.
"Bisa bilangin anaknya ga ya Bu? Atau didik anaknya Bu biar jadi orang yang bener. Kuliah tinggi-tinggi sok-sokan ngurus negara Bu. Kuliah mahal-mahal Bu ilmu anaknya masih cetek. Bisa didik ga Bu? Saya dari ormas Muhammadiyah Klaten. Jangan macam-macam. Saya akan cari *****. ***** kena pasal atas tindakan makar. Tolong serahin diri aja. Saya akan bunuh satu keluarga *****," Teks ini dikirimkan oleh nomor +6282155356472 pada Tanggal 29 Mei 2020 pukul 13.24-13.27 WIB.
Selain mendapat teror, nomor telepon serta akun media-sosial perorangan dan kelompok CLS juga diretas pada tanggal 29 Mei 2020. Peretas, disebutkan Sigit Riyanto, menyalahgunakan akun media sosial yang diretas untuk menyatakan pembatalan kegiatan diskusi, sekaligus mengeluarkan semua peserta diskusi yang telah masuk ke dalam grup diskusi.
"Selain itu, akun instagram CLS sudah tidak dapat diakses lagi," tambahnya.
Demi alasan keamanan, akhirnya pihak Dekanat dan penyelenggara membatalkan kegiatan diskusi yang semula bertajuk, "Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan”, menjadi "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan".
"Pada siang hari tanggal 29 Mei 2020 siang, mahasiswa penyelenggara kegiatan memutuskan untuk membatalkan kegiatan diskusi tersebut," ungkap Sigit Riyanto.
Secara kelembagaan, FH UGM mengapresiasi dan mendukung kegiatan diskusi akademik mahasiswa tersebut. Karena kegiatan itu merupakan salah satu wujud kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat yang selayaknya didukung bersama.
Sementara aksi teror yang dilakukan OTK dikecam FH UGM. Karena aksi tersebut merupakan sikap dan tindakan intimidatif terhadap rencana kegiatan diskusi yang berujung pada pembatalan kegiatan diskusi ilmiah tersebut.
"Hal ini merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik, apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal bahkan sebelum diskusi tersebut dilaksanakan," ucap Sigit Riyanto.
"Fakultas Hukum UGM mendorong segenap lapisan masyarakat untuk menerima dan menghormati kebebasan berpendapat dalam koridor akademik, serta berkontribusi positif dalam menjernihkan segala polemik yang terjadi di dalam masyarakat," tambahnya.
Adapun terkait ancaman teror yang dialami pihak-pihak penyelenggaraan kegiatan hingga keluarga mahasiswa, FH UGM akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melindungi. Bentuk-bentuk ancaman tersebut pun sudah didokumentasikan pihak FH UGM.
Sebelumnya insan akademik dan penyelenggaraan diskusi di Yogyakarta juga mengutuk keras teror tersebut.
Pernyataan kutukan keras dilayangkan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI), Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), dan Asosiasi Dosen Perbandingan Hukum Indonesia (ADPHI).
Dalam pernyataan sikap beberapa asosiasi ini, terdapat beberapa nama sebagai narahubung. Yaitu, Susi Dwi Harijanti, Zainal Arifin Mochtar, Herlambang P. Wiratraman, Charles Simabura, dan Widodo Dwi Putro.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ceburkan Diri ke Sungai, Maling Ponsel Dilempari Batu
- Malam-malam Kunjungi Korban Banjir, Politisi Gerindra Bagikan Ribuan Nasi Kotak
- Diduga Bunuh Diri, Perempuan Lompat Dari Perahu Tambangan ke Sungai Kalimas