Perbedaan pilihan presiden harus bisa disikapi secara dewasa. Jika tidak, maka perpecahan akan terjadi. Apalagi, media sosial juga cukup mempengaruhi. Kasus Pilgub DKI Jakarta lalu menjadi bukti.
- Program KPPPA RI Diharapkan Lebih Tepat Sasaran
- KPU Jatim Gelar Pelatihan Kehumasan dan Protokol, Perkuat Peran Pelayanan Penyelenggara Pemilu
- Kampanye AMIN di Pasuruan, Ribuan Rakyat Gaungkan Perubahan
"Ketika media sosial dengan informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka seseorang akan termakan. Pada tingkat tertentu, perbedaan pilihan bisa menjadikan fanatisme," kata Heri kepada Kantor Berita , Selasa (26/2).
Ketika sudah tumbuh fanatisme, lanjutnya, maka rasionalitas seseorang akan berkurang dan mengedepankan emosional.
Media sosial dengan konten yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, secara tidak langsung akan mensugesti pikiran seseorang layaknya cuci otak.
"Sekali lagi saya katakan. Hal hal semacam itu bisa terjadi tergantung dari kematangan emosional dan lingkungan sosial masing masing individu," ujarnya.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- PKS Sentil Ganjar: Upah Buruh di Jateng di Bawah Rp2 Juta, Bagaimana Bisa Sejahtera?
- Sembilan Orang Bisa Ubah Indonesia, Mengapa Mereka Belum Dapat Hidayah?
- Daripada Gabung Gerindra, SBY Disarankan Rekonsiliasi dengan Megawati