FKBN Minta Khofifah Tak Buru-buru Terapkan New Normal Di Malang

Kebijakan New Normal diharapkan tidak buru-buru diterapkan di wilayah Malang Raya setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa diminta mengkaji lagi rencana penerapan new normal karena jumlah pasien positif Covid-19 di wilayah Malang terus bertambah.


“Untuk Malang Raya yang saat ini sudah berakhir PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan saat ini masa transisi ke New Normal life saya kira belum siap semuanya. Jumlah pasien positif masih saja bertambah,” jelas ketua Fraksi Partai Keadilan Bintang Nurani (FKBN) DPRD Jatim Dwi Hari Cahyono saat dikonfirmasi di Surabaya, Minggu (31/5).

Dikatakan oleh legislator dari PKS (Partai Keadilan Sejahtera) ini, ada beberapa persyaratan yang harus menjadi landasan suatu daerah bisa diberlakukannya New Normal Life.

“Penanganan Covid-19 yang dilakukan Pemerintah Provinsi sejuh ini masih berantakan, baik dari segi pencegahan maupun pengendalian. Buktinya sampai saat ini jumlah pasien positif Covid-19 masih terus berdambah. Kemarin saja saya membawa di media kalau gubernur membeberkan data jumlah pasien Covid-19 terus meningkat. Justru saya kawatir dengan adanya New Normal Life tentunya hanya akan memicu meningkatnya kasus Covid-19,” jelas politisi asal Turen kabupaten Malang ini.

Diungkapkan oleh pria yang akrab dipanggil Dwi ini,saat ini Malang Raya belum layak diberlakukan New Normal life karena masih ada pasien positif Covid-19.

“Meski ada penambahan hanya 1 atau 2 orang, namun hal ini bisa dijadikan tolak ukur kalau belum siap diberlakukan. Harusnya jangan dipaksakan dulu atau jangan terburu-buru memberlakukan New Normal Life di Malang Raya,” jelasnya.


Soal keberadaan kampung Tangguh yang dirintis di Malang Raya, pria kelahiran 1973 ini mengatakan dirinya melihat keberadaan Kampung Raya masih belum merata di Malang Raya.

“Tak semua di Malang Raya ada kampung Tangguh. Jadi prasarana dan sarana untuk memutus mata rantai Covid-19 belum lengkap. Ini yang harus diperhatikan oleh Gubernur Khofifah sebelum memutuskan memberlakukannya di Malang Raya,” sambung mantan Ketua Fraksi PKS DPRD Kabupaten Malang ini.


Soal akan diberlakukannya kembali siswa masuk sekolah pada bulan 14 Juni mendatang, Dwi berharap hal tersebut ditunda terlebih dahulu sampai pandemi Covid-19 benar-benar berhasil diturunkan atau diatasi.

“Ini riskan sekali jika memang sekolah harus masuk sekolah. Interaksi langsung dilakukan oleh antar siswa sehingga rawan terpapar Covid-19. Jangan jadikan anak menjadi korban penularan Covid-19. Harus dipertimbangkan sekali oleh pemerintah kebijakan tersebut,” jelas mantan Plt Dirut PD Jasa Yasa ini.

Dwi mengatakan pihaknya berharap agar pemerintah dalam hal ini Pemprov hingga Pemda di Malang Raya jangan menjadikan anak sebagai kelinci percobaan dengan diberlakukannya New Normal Life.

Lalu Dwi merujuk adanya pernyataan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tanggal 18 Mei 2020 bawa penularan Covid-19 kepada anak-anak di Indonesia tergolong cukup tinggi.

“Dari data IDAI tersebut membuktikan bahwa anak sangat riskan dan rawan sekali terpapar Covid-19,” sambungnya.

Dwi lalu kembali memberi contoh penularan anak paling berisiko untuk terpapar Covid-19 di negara Prancis dan Korea Selatan (Korsel).

“Pemprov harus melihat di dua negara tersebut dimana ketika di Prancis mulai membuka sekolah, kemudian muncul 70 kasus baru disana. Sedangka di Korsel
ada 79 kasus baru. Lalu apa Pemprov maupun Pemda di Malang Raya ini ingin seperti di Prancis maupun Korsel juga?. Saya minta jangan coba-coba memberlakukan kebijakan yang pertaruhannya adalah nyawa, apalagi ini anak-anak. Dan saya keberatan sekali kalau anak-anak dijadikan kelinci percobaan kebijakan pemerintah ini,” jelasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news