Para perajin tempe di Kota Madiun mengeluhkan kenaikan harga kedelai impor dalam beberapa pekan terakhir. Ditambah biaya produksi yang tinggi, membuat perajin memutar otak untuk mensiasatinya agar bisa bertahan.
- Satgas Covid Kecamatan Cluring Targetkan Vaksinasi Tuntas September
- Pembongkaran Bangunan Program Normalisasi Sungai Kalianak Surabaya Dilakukan Usai Lebaran
- Gempur Rokok Ilegal, Sinergi Pemkot Surabaya dan Bea Cukai Berhasil Cegah Kerugian Negara
Untuk diketahui, harga kedelai saat ini tembus hingga angka Rp. 7.500 sampai Rp. 7.900 per kilogram. Tini (57) salah satu perajin tempe di sentra tempe Kelurahan Kelun, Kecamatan Kartoharjo - Kota Madiun mengungkapkan, kondisi ini diakuinya sudah terjadi setidaknya satu bulan terakhir.
"Harganya kedelai naik terus. Ya berat, tapi mau bagaimana lagi, kita harus tetap produksi, harus tetap jualan," ujarnya.
Tini menambahkan, bulan kedelai saja yang harganya naik, harga pembungkus tempe pun juga ikut-ikutan naik. Dari yang satu kilogram kertas bekas hanya tiga ribu rupiah per kilogram, naik menjadi empat ribu rupiah per kilogram.
Sementara daun kunyit yang fungsinya sebagai lapisan dalam pembungkus tempe, mencapai sepuluh ribu rupiah per ikat.
"Bahan baku naik, ongkos produksi juga naik, tapi kami gak bisa menaikkan harga jual tempe, takut gak laku," jelas Tini saat ditemui di rumahnya.
Agar bisa tetap eksis berjualan Tini terpaksa mengubah ukuran tempe yang dijualnya.
Keluhan yang sama juga sampaikan Pono (55), Pria yang suka memakai topi ini mengaku harus merelakan kambing peliharaannya untuk memodali usaha produksi tempenya. Beda dengan Tini. Pono tidak mengubah ukuran hanya mengurangi jumlah produksi yang tadinya sehari bisa 50 kilogram menjadi 25 kilogram.
"Ya cukup gak cukup di cukup-cukupkan. Saya sampai jual kambing untuk nombok modal. Terpaksa, mau bagaimana lagi. Sebelum Corona, setiap hari produksi 50 kilogram. Setelah Corona ini hanya 25 kilogram kedelai saja," terang Pono.
Saat ditanya mengapa tidak memakai kedelai lokal, para perajin tempe ini menjelaskan kedelai impor dinilai lebih menguntungkan daripada kedelai lokal yang gampang busuk ketika diolah menjadi tempe. Mereka berharap ada perhatian pemerintah untuk mengendalikan harga kedelai.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Peringati HUT ke-57, Ketua GOW Surabaya Ungkap Pentingnya Support System Ibu kepada Anak
- Apel HJL Unik, Gunakan Bahasa Jawa dan Peserta Pakai Batik Khas Lamongan
- Buka Layanan Umum, RSJ Menur Kerjasama JMSI Jatim