Ilmu Ekonomi Ala Sri Mulyani Tidak Relevan

Pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun diperkirakan akan lebih rendah dari target. Namun untuk penerimaan negara pertama kalinya dalam sejarah diakui melampaui target.


Yang pertama, Sri Mulyani menyampaikan pihaknya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan berada dalam rentang 5,14 persen hingga 5,21 persen di gedung DPR RI bulan September lalu. Ini berarti lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yaitu 5,3 persen. Bahkan, lebih rendah dibandingkan asumsi 2018, yakni 5,4 persen.

Yang kedua saat Sri di Istana Negara (Rabu, 5/12). Ia mengatakan penerimaan negara tahun ini akan melampaui target APBN 2018, dan ini adalah kali pertama dalam sejarah.

Sri Mulyani yakin, di akhir 2018 nanti penerimaan negara bisa mencapai angka sebesar Rp 1.936 triliun. Ini berarti mengalami kenaikan 18,2 persen dari tahun lalu. Adapun target APBN 2018 sebesar Rp 1.894 triliun.

Dua pernyataan Sri Mulyani ini dipandang sebagai keajaiban yang tidak terjadi di belahan dunia manapun kecuali di Indonesia.

Ekonom Salamuddin Daeng menilai, pertumbuhan ekonomi yang rendah dan menurun bisa membawa berkah berupa penerimaan negara yang melebihi target APBN.

Dampak lain dari pertumbuhan ekonomi stagnan dan cenderung menurun adalah menurunnya angka kemiskinan dan jumlah pengangguran. Hal ini juga hanya terjadi di Indonesia dan tidak terjadi di belahan dunia lain,” ujar Salamuddin Daeng menyindir, Sabtu (8/12).

Dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Salamuddin mengatakan, dua hal yang disampaikan Sri Mulyani itu penting untuk direnungkan para ekonom Indonesia, dan memperlihatkan dengan jelas bahwa ilmu ekonomi tidak relevan digunakan di Indonesia.

Sebaiknya para ekonom mencopot gelar-gelar akademik mereka, karena ilmu ekonomi sudah tidak relevan lagi diterapkan di Indonesia. Lebih jauh lagi agar kampus-kampus fakultas ekonomi dan jurusan ilmu ekonomi agar kiranya segera membubarkan diri,” demikian sindir Salamuddin Daeng.[aji]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news