Jawa Timur (Jatim) masih kekurangan tenaga kesehatan khususnya perawat. Di satu sisi mayoritas Sumber Daya Manusis (SDM) perawat masih keberatan jika ditaruh di daerah.
- Kasus Covid 19 Menurun, Pasien Isoter Di Kota Kediri Berkurang
- Begini Cara Desa Ceweng Sehatkan Warga, Manfaatkan Ramuan Herbal Tingkatkan Imunitas
- IDI Surabaya: 270 Nakes Terpapar Covid 19, Wawali Armuji Kaji Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester Akhir jadi Relawan Kesehatan
Dia menilai kondisi tersebut perlu campur tangan pemerintah dalam penataan bidang kesehatan. Harapannya bisa menunjang pelayanan kesehatan merata ke seluruh pelosok Indonesia.
"Saat ini jumlah bidan di Jatim tercatat baru 30.000 orang. Tenaga bidan akan selalu dibutuhkan, terutama untuk kawasan di pedesaan,†jelas Endang Sri Resmiati SH SST MM dari perwakilan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jatim.
Hal yang sama diungkapkan Agus Sri Wardoyo SKM M Kes dari perwakilan Persagi Jatim. Tenaga kesehatan, termasuk ahli gizi sebagian besar ada di kota besar. Tercatat total puskesmas yang memiliki ahli gizi baru 54 persen saja.
"Masalah gizi di jatim cukup tinggi, terutama persoalan stunting. Oleh karenanya tenaga ahli gizi perlu disebar ke desa-desa. Dengan program pendampingan para ahli gizi, diharapkan dapat membantu pemerataan dan perbaikan gizi terutama persolan stunting di Jatim ini,†ungkapnya.
Oleh karenanya Agus berharap adanya tenaga ahli gizi lulusan Unusa yang telah dilantik ini , bisa segera memenuhi kebutuhan ahli gizi di masyarakat. Lulusan tenaga kesehatan Unusa yang mengikuti pelantikan dan pengambilan sumpah hari ini sebanyak 454 orang dari enam prodi. Yakni, terdiri dari 124 lulusan prodi Ners, 104 lulusan D3 perawat, 99 lulusan D3 bidan, 36 lulusan kesehatan masyarakat, 33 lulusan ahli gizi dan 58 lulusan analis kesehatan.
Menanggapi kondisi tersebut, Rektor Unusa Prof Dr Ir Achmad Jazidie M Eng mengingatkan adanya bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini harus dikelola sebaik-baiknya.
"Kami mengingatkan kembali kepada lulusan tenaga kesehatan, ke depan peran tenaga kesehatan di Republik ini semakin penting. Pasalnya bonus demografi (demographic dividen) dimana rasio angkatan kerja terhadap keseluruhan penduduk Indonesia yang begitu besar, saat itu akan benar-benar dirasakan manfaatnya kalau sektor kesehatan dan pendidikan ini digarap dengan semaksimal mungkin dan sebaik-baiknya,†paparnya.
Prof Jazidie menekankan pentingnya peran tenaga kesehatan sekarang ini. Hal ini harus disadari agar angkatan kerja yang benar-benar melimpah menjadi dividen atau bonus bagi republik ini.
"Sebaliknya jika angkatan kerja yang melimpah dengan tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan yang tidak tergarap dengan baik, justru akan menjadi bencana demografi. Sekali lagi peran tenaga kesehatan untuk memaksimalkan dan mengoptimalkan angkatan kerja yang melimpah, dalam kurun waktu sekarang hingga 2030 atau sampai 2040 menjadi semakin penting,†jelasnya.
Dalam peningkatan profesionalitas, setelah pengambilan sumpah tenaga kesehatan harus melalui uji kompetensi. Disinilah peran organisasi profesi dalam mendampingi tenaga kesehatan.
"Pengukuhan pengambilan sumpah dan pelantikan ini, meneguhkan profesionalitas dan etika moral tenaga kesehatan dalam mengabdikan dirinya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kami selalu menekankan kepada lulusan kami agar jangan pernah berhenti belajar, membiasakan diri bekerja dalam sebuah tim, serta pentingnya kemampuan berkomunikasi (communication skill),†pungkas Rektor Unusa.[isa/bdp
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Antisipasi Transmisi Covid-19 Dari India, Pemerintah Hentikan Pemberian Visa Bagi WNA
- Pemerintah Pusat Izinkan Mal Buka Dengan Syarat Vaksin, Ganjar Pranowo: Enggak Fair
- WHO: Perjalanan Menghadapi Pandemi Covid-19 Masih Panjang, Bahkan Belum Mencapai Setengahnya