Berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020, ada kekhawatiran dari sejumlah kalangan bahwa kebijakan Presiden Joko Widodo rentan ditunggangi penumpang gelap.
- Aliansi Rakyat Menggugat Tidak Setuju Vaksinasi Anak Jika Ada Unsur Paksaan
- Ilham Bintang: Pers Harus Lebih Unggul dari Netizen
- Pelantikan Kepala Daerah 6 Februari, KIPP Kota Probolinggo Minta Perpres 80/2024 Segera Direvisi
Hal ini dibeberkan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira saat diskusi online, Minggu (12/4).
Bhima menjelaskan, beberapa kebijakan yang berbahaya di antaranya global bond atau surat utang yang akan dikeluarkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
"Saya simpulkan global bond merupakan beban antargenerasi, anak cucunya milenial, adik-adiknya nih generasi ke bawah, generasi-generasi setelahnya. Ini sampai 2070 akan menanggung beban kebijakan yang dilakukan sekarang," ucap Bhima seperti dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.
Kebijakan lain yang mengkhawatirkan adalah program kartu prakerja. Baginya, kebijakan ini memiliki konsep yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang, di mana rakyat lebih membutuhkan uang untuk biaya makan dibanding pelatihan online.
Dana bantuan sosial (Bansos) maupun dana desa juga berpotensi adanya penumpang gelap memanfaatkan momen pandemik Covid-19.
"Saya khawatirkan karena terburu-buru ini, bisa jadi banyak free rider atau penumpang gelap yang memanfaatkan bantuan ini. Di dalam Perppu Pasal 27 yang selalu kita gugat dan kritik terus, Pasal 27 ini seakan memberikan imunitas yang menurut saya kelewat batas gitu," kata Bhima.
Misalnya rencana global bond yang akan memberikan waktu selama 50 tahun. Kebijakan tersebut akan makin mengerikan bila dalam rentang waktu yang sangat panjang tersebut pemerintah gagal bayar.
"Hari ini mereka yang bikin kebijakan, Menteri Keuangan bikin kebijakan. Itu 50 tahun lagi kan enggak bisa digugat, engga bisa dianggap sebagai kerugian negara, enggak bisa diapa-apain,'selama ini kami iktikad baik' katanya," beber Bhima.
Padahal kata Bhima, iktikad baik merupakan pasal karet lantaran pandangan setiap orang berbeda-beda.
"Artinya banyak sekali penumpang gelap, banyak sekali hal yang bisa merugikan ekonomi, bukan hanya karena Covid-19 ini tapi panjang sampai 2070. Ini kalau generasi tuanya model begini menurut saya mau melepas tangan dengan Pasal 27, saya enggak ngerti lagi ya," tandasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Puan Maharani: Terima Kasih Jenderal Andika, Selamat Mengabdi Laksamana Yudo!
- Pernyataan Risma Dikritik, Ace Hasan: Seharusnya Kirim ASN Terbaik Ke Papua
- PKS Dukung Mensos Risma Cabut ASN dari Daftar Penerima Bansos