Mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Galaila Agustiawan divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsidair empat bulan kurungan dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/6).
Menanggapi putusan tersebut, kejaksaan akan melakukan eksekusi setelah menerima salinan putusan resmi dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
- Achsanul Qosasi Diduga Terima Duit Rp40 Miliar Proyek BTS Kominfo di Hotel Grand Hyatt
- Tingkatkan Pengawasan, Kejari Jember Pasang Alat Deteksi Untuk Terdakwa Tahanan Kota
- Sudah Sepekan Ditahan KPK, Hasto Belum Dijenguk Megawati
Kejaksaan menunggu salinan resmi putusan terdakwa Karen Agustuawan,†tutur Mukri dalam keterangannya seperti dikutip dari Kantor Berita RMOL.ID di Jakarta.
Karen dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), yakni 15 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 284.033.000.000 (dua ratus delapan puluh empat miliar tiga puluh tiga juta rupiah) subsidair lima tahun penjara.
Mukri menyatakan, sebelumnya Tim JPU juga menjerat terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Merujuk putusan Pengadilan Tipikor Jakarta atas vonis tersebut, Kejaksaan Agung menyatakan masih pikir-pikir akan mengajukan upaya hukum lanjutan atau tidak.
Jadi, kami menunggu putusan resmi pengadilan. Sesuai ketentuan KUHAP, para pihak diberikan waktu selama tujuh hari untuk mengambil sikap,†ujar Mukri.
Kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp 568 miliar itu bermula pada 2009. Ketika itu Pertamina melakukan kegiatan akuisisi (investasi nonrutin) berupa pembelian sebagian aset milik ROC Oil Company Ltd di lapangan BMG Australia. Kegiatan itu merujuk agreement for sale and purchase - BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai 31.917.228 dolar AS.
Namun, dalam pelaksanaannya justru ditemui dugaan penyimpangan terkait pengusulan investasi yang tidak sesuai dengan pedoman investasi dalam pengambilan keputusan investasi, yakni tanpa kajian kelayakan (feasibility study) berupa kajian secara lengkap (final due dilligence), serta tanpa adanya persetujuan dari dewan komisaris.
Walhasil, kasus itu menyebabkan peruntukkan dan penggunaan dana 31,492,851 dolar amerika serta biaya-biaya yang timbul lainnya sejumlah 26,808,244 dolar AS tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada PT Pertamina, khususnya dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional.[bdp
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kontras Sebut Sidang Tragedi Kanjuruhan Malang Berpotensi Jadi Peradilan Sesat
- Mediasi Dengan Luhut, Haris Azhar: Kayaknya Enggak Bisa Hadir
- Tim Siber Polda Jatim Kembali Periksa Pelapor Kasus Penistaan Agama Oleh Tiktokers Prof Dr Metatron