Kekalahan Vera Jelang Pemilu 2019 Warning Parpol Harus Mawas Diri

RMOLBanten. Partai politik (Parpol) harus intropeksi dan mawas diri dengan banyaknya kejadian di Pilkada serentak 2018 ini. Kekalahan Vera-Nurhasan yang awalnya digadang kandidat kuat walikota dan wakil walikota Serang, nyatanya tersungkur.


Demikian disampaikan kademisi dari Unma Banten yang juga Direktur Eksekutif Syafei Ali Institute, Atih Ardiansyah, Senin (2/7).
 
"Saat ini, parpol maupun dinasti yang memiliki kekuatan dan banyak dana tidak menjadi jaminan untuk menjadi juara. Butuh sosok yang mampu membawa perubahan dan memiliki kemampuan cara pandang yang tidak diragukan oleh masyarakat," katanya.
  
Dikatakan Atih, masyarakan saat ini sudah cerdas dalam memilih siapa pemimpinan. Bukan saja melihat keturunan atau keluarga dan parpol. Melainkan sosok.

"Ketidakpercayaan publik pada parpol itu berbanding terbalik dengan tingginya minat publik pada sosok kandidat. Dalam kontestasi Pilkada, bahkan Pilpres sekalipun, publik itu melihat ke kandidat," katanya.

Parpol kata dia, saat ini masih diisi oleh kumpulan orang-orang pintar harus menjadikan pelajaran ajang Pilkada serentak, sebagai pembenahan. Harus memiliki cara pandang dan terobosan, agar kepercayaan publik ini kembali pada fitrahnya.

"Pilkada kota Serang ini menyisakan pelajaran berharga bagi banyak pihak, yang inti pelajarannya adalah publik sudah sangat cerdas. Kalau dulu frasa "publik sudah cerdas" ini cuma pemanis kata para politisi di media, untuk sekadar menjadi argumentasi penangkis politisi lainnya, saat ini frasa tersebut mendekati kenyataan. Publik memang sudah sangat cerdas, namun di sisi lain, menurut saya, ada degradasi kepercayaan publik terhadap partai politik yang sebelumnya memang sudah rendah," terangnya.

Berdasarkan pengamatan Atih, kecerdasan publik itu ditandai dengan tidak lagi hegemoniknya dinasti politik. Dalam kontes Pilkada 2018. Bukan hanya di Kota Serang, melainkan sekurang-kurangnya untuk tingkat provinsi misalnya terdapat tiga dinasti politik yang kalah, seperti di Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.

"Jadi untuk publik maupun partai politik yang selama ini masih berpikir bahwa dinasti politik selalu bakal menang, pilkada 2018 menunjukkan bahwa dinasti politik juga memiliki celah untuk dikalahkan. Degradasi kepercayaan publik pada parpol, ini memang bukan rahasia umum, dan masih jadi PR (pekerjaan rumah) buat parpol. Tetapi pada Pilkada 2018, publik melihat jelas bagaimana parpol yang notabene diisi orang-orang pintar, punya logistik itu dihadapkan dengan kotak kosong. Secara psikologis, kekalahan paslon dari parpol di satu atau dua kecamatan, itu memukul parpol," ungkap Atih.

Pilkada 2018 menurut dia, merupakan ujian bagi parpol. Jika selama ini Parpol senang berkerumun dalam koalisi gemuk, terlebih mendukung dinasti dengan mengenyampingkan track record kandidat  karena dinasti politik pegang resources banyak.

"Meka harus sudah mulai mikir bahwa pasca 2018, yang mereka hadapi adalah publik yang sama sekali berbeda," imbuhnya.

Disinggung mengenai kekalahan Vera, meski belum ada pengumuman resmi oleh KPU Kota Serang hal ini juga merupakan bentuk kekesalah warga lantaran suami Vera, Jaman tidak membawa perubahan signifikan selama dua periode memimpin, Atih tak membantahnya.

"Pada satu sisi, saya melihat publik memang melihat faktor Haerul Jaman sebagai Wal Kota  dua periode. Karena secara ketokohan. Juga  program dan janji kampanye (Vera) pun tidak cukup membumi. Nah, Bu Vera, menurut saya di samping belum terlalu dikenal publik, secara persona (kemampuan atau citra) belum mampu menciptakan kutubnya sendiri. Atau koalisi 8 Parpol tidak sanggup memoles citra Vera sebagai Vera. Vera yang cantik secara fisik, tapi program yang ditawarkan tidak begitu cantik," katanya menanalisa.

"Bayangkanlah saja, sudah mah ketokohan belum kuat, program yang ditawarkan tidak populis dan membumi, akhirnya publik menilik "pemandangan lain" yaitu sosok Wali Kota sebelumnya. Pak Jaman, selama dua periode kerja sebagai Wali Kota Serang belum mampu memuaskan warga. Ibu Kota Provinsi Banten nampak kumuh, semrawut, bahkn H-1 sebelum pencoblosan, terjadi banjir di beberapa titik. Dalam bahasa marketing politik, paslon nomor 1 (Vera-Nurhasan) ini keliru dalam melakukan co-branding," tegasanya. [dzk

 

ikuti terus update berita rmoljatim di google news