Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dapat menambah pendapatan negara. Namun daya beli rakyat justru merosot.
- Transportasi Penyeberangan Dipastikan Tidak Kena PPN 12%, Ketum DPP Gapasdap: Layanan Ini Bebas Pajak
- Presiden Prabowo dan DPR Diminta Batalkan PPN 12 Persen
- Kenaikan Pajak 12 Persen Bisa Timbulkan Gejolak Sosial, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang
Hal itu diungkapkan analis kebijakan ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani dalam keterangan dimuat RMOL, Selasa (31/12).
“Potensi menambah penerimaan negara sekitar Rp80 triliun. Tapi daya beli (rakyat) yang merosot, akan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Ajib
Dengan menaikan tarif PPN tanggal 1 Januari 2025, lanjut dia, pemerintah perlu memitigasi pelemahan daya beli masyarakat. Karena barang beredar di masyarakat akan mengalami kenaikan harga.
“Permintaan atau demand produk akan mengalami kontraksi. Sedangkan sisi supply juga akan mengalami pelemahan, karena kenaikan harga atas barang dan jasa yang akan terjadi,” jelasnya.
Menurut Ajib, pemerintah seharusnya melakukan diskusi dengan semua stakeholder, termasuk masyarakat juga pengusaha. PPN adalah pajak tidak langsung yang akan dikenakan terhadap masyarakat luas.
“Tapi pemerintah membutuhkan bantuan pengusaha untuk melakukan pemungutan dan kemudian menyetorkan kepada negara,” terangnya.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, juga sempat meminta pemerintah mempertimbangkan lagi kenaikan tarif PPN. Di tengah lesunya industri padat karya saat ini, kenaikan tarif pajak dikhawatirkan tidak sejalan dengan peningkatan penerimaan negara.
“Kami selalu sampaikan ke pemerintah, kenaikan PPN tidak selalu berujung kenaikan revenue, jadi hati-hati,” kata dia.
Sebelumnya Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, memaparkan potensi penerimaan negara dari kenaikan tarif PPN mudah dihitung. Satu persen tambahan berarti sekitar 10 persen dari total penerimaan pajak pertambahan nilai tahun ini.
“Realisasi dalam setahun Rp 730-an triliun, berarti kan tambahannya sekitar Rp 70-an triliun,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen awal tahun depan tetap berjalan sesuai mandat Undang-Undang.
“Sudah ada UU-nya kita perlu siapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” kata dia.
Sri Mulyani menegaskan soal barang-barang yang dikenakan PPN 12 persen akan tetap diterapkan pada awal tahun depan.
"Barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen adalah barang yang saat ini dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang diatur dalam PMK 15/2023 dan PMK 42/2022," ucap Sri Mulyani usai Rapat Tutup Kas APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2024 dan Launching Core Tax, di Kantor Kementerian Keuangan, Pasar Baru, Jakarta Pusat, sore tadi.
“Seperti, Pesawat pribadi, Kapal Pesiar, Yacht, Rumah/apartemen/kondominium mewah dengan harga di atas Rp30 miliar; kendaraan bermotor mewah," demikian Sri Mulyani menegaskan.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Transportasi Penyeberangan Dipastikan Tidak Kena PPN 12%, Ketum DPP Gapasdap: Layanan Ini Bebas Pajak
- Presiden Prabowo dan DPR Diminta Batalkan PPN 12 Persen
- Kenaikan Pajak 12 Persen Bisa Timbulkan Gejolak Sosial, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang