Kasus hukum yang tengah dihadapi dosen sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet menuai empati dan keprihatinan sebagian masyarakat prodemokrasi, termasuk Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta untuk Demokrat mendesak pembebasan Robet.
- Bawaslu Gencar Sosialisasikan Aturan Netralitas Kades
- Satu Tertunda, KPU Tetapkan Dua Paslon Pilbup Sidoarjo
- Ketua KPU RI Dituntut Jujur Soal Desain Ganjar Presiden 2024
Penangkapan Robet karena dianggap melecehkan institusi negara, khususnya TNI. Video orasi Robet tengah menyanyikan cuplikan pelesetan Mars ABRI dalam aksi Kamisan, Kamis (28/2) pekan lalu, menjadi dasar tuduhannya. Video berdurasi 7 menit 40 detik yang diunggah melalui laman Yotube itu telah beredar luas di media sosial.
"Kami Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta untuk Demokrasi menyatakan dukungan kepada Dr. Robertus Robet dan menolak segala bentuk teror oleh negara dan pembungkaman kebebasan berekspresi dalam rangka menegakkan negara hukum dan demokrasi," tegas Rakhmat Hidayat mewakili aliansi dikutip dari laman Kantor Berita Politik RMOL, pagi ini (Kamis, 7/3).
Rahmat menekankan, kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD 1945 Amandemen II Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninyaâ€.
Selanjutnya dalam ayat (3) menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapatâ€.
Kebebasan berekspresi juga dijamin dan dilindungi oleh Pasal 3 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Oleh karena itu, kami mendesak agar Dr. Robertus Robet segera dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan dijamin keamanan dan keselamatannya dari ancaman teror dan persekusi dari berbagai pihak kepada Dr. Robertus Robet dan keluarganya," ujarnya.
Rahmat juga menyatakan sikap aliansi menolak rencana pemerintah mengembalikan dwi fungsi TNI.
"Kami juga mendesak agar peraturan-peraturan yang hukum yang sering disalahgunakan untuk membungkam kritik kepada pemerintah, seperti berbagai undang-undang yang digunakan untuk menjerat Dr. Robertus Robet, untuk dicabut karena dapat digunakan sebagai alat politik yang mencederai semangat Reformasi 1998 dan penegakan negara hukum dan demokrasi di Indonesia," ujar Rahmat.
Rahmat menjelaskan, potongan pelesetan Mars ABRI yang dipersoalkan dibuat pada era Reformasi 1998.
Potongan lagu itu dinyanyikan Robet dengan maksud mengingatkan kembali agar pemerintah tidak mengakomodasi kepentingan militer untuk kembali memasuki jabatan sipil. Sebab, penghapusan dwi fungsi ABRI adalah salah satu agenda utama Reformasi 1998.
"Dalam orasinya, Robertus Robet juga menekankan bahwa sebagai negara hukum dan demokrasi kita semestinya mendorong dan menjaga TNI sebagai institusi militer yang profesional, yang tidak memasuki ranah institusi sipil," demikian Rahmat. [bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ketum JMSI: Media Massa Harus Berikan Ruang Tukar Gagasan, Bukan Pernyataan Emosional
- KPU: Menghasut Orang Lain untuk Golput Dilarang UU
- Bawaslu Kota Blitar Dilaporkan ke DKPP Karena Etik