Komisi Pengawas Anak Indonesia (KPAI) mempertanyakan grasi yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada terpidana kasus pencabulan anak, Neil Bantleman.
- Hasil Tes Urine Narkoba Di Seluruh Polda Ditunggu Masyarakat
- Sejumlah Elemen Masyarakat Sidoarjo Desak KPK Jemput Paksa Tersangka Bupati Gus Muhdlor
- Dua Terpidana Korupsi Dana Hibah Dieksekusi Kejari Gresik
"Kami sudah mengirim surat kepada Kementerian Hukum dan HAM karena pertimbangannya kan dari sana," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti di Jakarta seperti dilansir Kantor Berita RMOL, Sabtu (20/7).
Retno mengatakan, pihaknya menyayangkan grasi yang diberikan Presiden ke warga Kanada itu. Pasalnya menurut Retno, grasi Jokowi ini dapat menjadi preseden buruk.
"Kami sedang koordinasi kenapa ini terjadi biar kita belajar sama-sama dari peristiwa ini. Karena taunya juga sudah terlambat. Yang bersangkutan juga sudah kembali ke Kanada. Kita tidak mengerti sebelumnya. Jadi KPAI tak bisa melakukan apa apa saat itu," kata Retno.
Ia berharap, kedepannya tak ada lagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang mendapat grasi, apapun alasannya, karena kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa, harus dihukum seberat-beratnya.
"Ini kita jadikan pelajaran. Ke depan pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus dihukum berat dan sebaiknya tidak mendapat grasi," pungkasnya.
Grasi Neil tercantum pada KEPRES RI Nomor 13/G Tahun 2019 tanggal 19 Juni 209 berupa pengurangan pidana.
Selain pengurangan pidana, Neil juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 100 juta. Saat ini Neil sudah kembali ke Kanada.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemeriksaan Pengacara Lukas Enembe Harus di KPK, Bukan di Papua
- Kejagung Periksa Tujuh Saksi di Kasus Korupsi Asabri
- Dituduh Terlibat Pencucian Uang, Korban Diperas hingga Alami Kerugian Rp 7 Milliar Lebih