La Nyalla Menjadi Mediator Henry Gunawan

Dalam persidangan kasus penipuan kongsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi yang menjerat bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry Jocosity Gunawan, sempat terjadi perdebatan mengenai keaslian notulen kesepakatan.


Weifan mengakui saat itu dia dan La Nyalla Mattaliti menjadi mediatornya. "Iya saya yang memediasi bersama pak Nyala," terang Weifan saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (15/2).

Pantauan Kantor Berita di persidangan, dalam mediasi tersebut, lanjut Weifan, para pihak telah membuat notulen kesepakatan yang telah ditandatangani para pihak yakni Henry Gunawan, Teguh Kinarto, Widji, serta dirinya dan La Nyala.  

"Notulen kesepakatan itu tidak langsung saya bawa, baru diserahkan ke saya tahun 2014.  Notulen kesepakatan ini yang saya bawa dan saya tunjukkan kepada majelis Hakim," ujar Weifan.

Namun keterangan Weifan sempat mendapat sanggahan dari terdakwa Henry maupun tim pembelanya.

Adanya perbedaan tambahan kalimat dalam notulen perdamaian itu menjadi pemicu debat kusir. Perbedaan itu terkait adanya tambahan kalimat yang tidak pernah ada di dalam notulen yang ditandatangani para pihak.

Tulisan tangan yang dipersoalkan adalah mengenai permintaan Henry untuk tidak mencairkan dulu giro yang diserahkan ke Teguh Kinarto sebelum dibuatkan dulu aktenya. Padahal menurut saksi Weifan tulisan itu tidak tercantum di notulen kesepakatan.

Debat mengenai keaslian notulen kesepakatan yang dipegang Weifan terus terjadi. Mengingat pihak terdakwa bersikukuh bahwa notulen asli sudah ada isi tulisan tersebut.

"Seingat saya tidak ada tambahan tulisan yang di bawah itu selain tulisan yang ditulis tangan oleh Henry," ujar Weifan.

Selain itu terkait permintaan terdakwa Henry yang meminta saksi Weifan untuk menyampaikan ke Teguh Kinarto agar tidak mencairkan dahulu bilyet giro sebagai kompensasi PT Graha Nandi Samporna (GNS) dikeluarkan dari PT GBP tidak dibantah saksi Weifan.

Permintaan penundaan pencairan beberapa BG tersebut diminta Henry karena tidak ada dana dalam rekeningnya.  "Permintaanmu sudah saya sampaikan," ujar Weifan menjawab pertanyaan terdakwa Henry.

Di akhir kesaksian Weifan, Yusril selaku ketua tim pembela terdakwa Henry meminta majelis hakim untuk menghadirkan saksi penyidik ke persidangan untuk memperjelas mengenai alat bukti pemeriksaan.

"Mohon saksi penyidik dihadirkan demi keadilan," pinta Yusri pada majelis hakim.

Sementara di akhir persidangan, Yusril menanyakan tentang permohonan pengalihan tahanan kliennya dari tahanan negara menjadi tahanan kota. Namun permohonan itu belum dikabulkan oleh majelis hakim pemeriksa perkara ini.

"Kami belum selesai mempelajari permohonan saudara," ucap Hakim Anggota Dwi Purwadi yang disambut ketukan palu hakim Anne Rusiana sebagai tanda berakhirnya persidangan.

Untuk diketahui, Henry dilaporkan oleh tiga pengusaha asal surabaya, mereka adalah Shindo Sumidomo alias Asoei, Teguh Kinarto dan Widjojono Nurhadi atas dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp 240 miliar.

Dalam perkara ini, terdakwa Henry telah didakwa melanggar pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dan 372 KUH Pidana tentang penggelapan.

Kasus tipu kongsi ini merupakan pidana ketiga yang dilakukan Henry. Kasus pertama, Henry terlibat penipuan jual beli tanah di Celaket Malang dan dihukum oleh Hakim PN Surabaya dengan vonis  8 bukan dengan massa percobaan 1 tahun.

Tapi vonis kasus ini ditambah oleh Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya saat Henry melakukan banding. Hukuman Bos PT GBP ini diperberat menjadi 2 tahun penjara.

Sedangkan diperkara pidana  kedua, Henry divonis 2,5 tahun penjara karena dianggap bersalah melakukan penipuan terhadap 12 pedagang Pasar Turi.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news