Jatuhnya massa aksi 22 Mei yang menjadi korban akibat ditembak atau dipukul secara brutal di di kawasan kantor pusat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta, tidak boleh didiamkan.
- Kasus Gagal Bayar KSP SB, DPR Curiga Ada Mafia
- Kunjungi Surabaya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Bakal Gembleng Langsung 1.600 Kader
- Kemenhub Terbitkan Empat Surat Edaran Sesuaikan Aturan Perjalanan Orang dari Satgas Covid-19
Ia melihat ada upaya sistematis mengusir dan menghentikan para demonstran yang menyampaikan aspirasinya.
Bahkan pesan-pesan berantai pun marak terjadi dari versi-versi aparat, untuk menutupi kebenaran sesungguhnya. Selain itu, jaringan internet dan media sosial ditutup, dengan alasan untuk menghindari potensi rusuh.
"Apa maksudnya jaringan internel diputus? Apa maksudnya pesan-pesan berantai disebar-sebarkan? Itu tidak boleh dibenarkan. Tindakan-tindakan seperti itu adalah pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hak-hak warga negara. Ini sudah seperti skenario yang sangat disengaja, harus diusut tuntas," tuturnya.
Selain itu, Bawaslu yang merupakan institusi yang didemo juga harus diusut tuntas.
"Bawaslu tidak boleh berpangku tangan. Mereka jangan sampai menjadi bagian dari skenario pelanggaran. Apalagi aksi masyarakat yang terjadi masih dalam tahapan proses Pemilu, pasca Pemilu, maka Bawaslu harus bertanggung jawab," ujarnya.
Ivan juga menyerukan agar Badan HAM Internasional segera turun tangan mengusut pelanggaran HAM berat itu. Soalnya aparat Indonesia dan pemerintahan saat ini dinilai dia sudah tidak transparan.
"Enggak mungkin akan diusut oleh aparat yang di sini. Sebaiknya Badan PBB urusan HAM Internasional saja yang segera turun tangan melakukan pengusutan. Ini sudah kategori pelanggaran HAM berat," ujarnya.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kasus Brigadir J Alot, Mahfud MD: Bukan Kriminal Biasa
- Keraguan Terjawab, Warga Sukolilo Optimistis Eri Cahyadi Bikin Surabaya Lebih Keren
- PPP Jember Duga Ada Konspirasi Penggelembungan Suara, Bakal Adukan KPU dan Bawaslu