SECARA garis besar Jokowi tidak menyebut pekerjaan Prabowo Subianto di pos pertahanan. Beda dengan menteri lainnya.
- Palestina InsyaAllah Semakin Kuat
- Vaksin Nusantara, Antara Nasionalisme dan Uji Klinik
- Mengapa Kasus Penganiayaan Mirip Mario Terulang?
Tidak dengan Prabowo.
Begitu namanya dipanggil, Prabowo langsung berdiri dan memberi hormat.
"Selamat pagi, Pak. Saya kira tugas beliau saya tidak usah menyampaikan, beliau lebih tahu daripada saya," sebut Jokowi.
Tanpa menyebutkan tugas Prabowo, berarti Jokowi sangat yakin kabinet sudah di tangan yang tepat.
Mereka yang dipilih sangat mafhum. Ahli di bidang masing-masingnya.
Sayangnya, masih ada suara sumbang. Tidak sepakat dengan si ini kek, si itu kek. Menteri Jokowi dianggap kurang mengakomodir kepentingan mereka.
NU yang paling gregetan. Sebab posisi menteri agama dijabat Fachrul Razi. Orang Aceh. Mantan jenderal Kopassus. Purnawirawan. Juga, orangnya Luhut Panjaitan.
Luhut dan Fachrul dari Bravo-5. Fachrul ketua umumnya, Luhut pendirinya.
Meski Jokowi bisa menghilangkan kesan tekanan kiri kanan dari Muhammadiyah atau NU terkait pos Menag, tampaknya NU tetap yang paling ‘berhak’ mengkritik.
Maklum, NU sudah berdarah-darah membela Jokowi saat Pilpres.
Seperti yang disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang hukum dan perundang-undangan, Robikin Emhas, kemarin.
Banyak kiai protes? Berarti protes NU tidak main-main.
Mungkin NU maunya posisi menteri agama jangan diplot ke orang yang sekedar taat beragama saja, tapi benar-benar paham soal agama. Bukan abal-abal.
Di Medsos mulai ramai.
Warga NU mulai memviralkan komposisi Kabinet Jokowi yang tidak mengakomodir pesan para kiai NU. Mereka membuat hastag #TolakMenag.
Macam-macam omongan di Medsos. Mereka kecewa menteri dari NU tidak ada. Sementara banyak orang Muhammadiyah masuk menteri.
Lalu, ada yang menyalahkan: semua gara-gara Abu Janda.
Warga NU lainnya tetap berpikiran positif. Lha, NU kan sudah diwakili Wapres Maruf Amin. Namun ada juga yang mempertanyakan, apa Maruf punya hak prerogatif?
Mungkin begini maksudnya, apa Maruf Amin tidak ikut nimbrung dengan Jokowi saat memilih menteri agama.
Mengapa harus Fachrul?
Begitu intinya.
Tugas menteri agama bukan sekedar ganyang sana sini melawan radikalisme.
Kalau tujuan Jokowi memilih Fachrul yang berasal dari tentara hanya untuk melawan radikalisme, maka para ulama di seluruh pelosok negeri lebih paham soal itu.
Tugas berat menteri agama adalah mengelola dana haji, itu salah satunya.
Di pos olahraga, posisi menteri olahraga dijabat Zanudin Amali dari Partai Golkar.
Zainudin berada diantara 36 orang menteri yang diangkut untuk periode 2019-2024.
Hanya satu yang pesan Jokowi saat memperkenalkan Zainudin. "Sepakbolanya, Pak!â€
Para pegiat olahraga tentu mafhum, posisi Menpora selama ini adalah jabatan politis. Artinya tidak perlu keahlian khusus di bidang olahraga. Siapapun menterinya bisa dari latar belakang apa saja.
Sama seperti lima tahun lalu saat Imam Nahrawi menjabat Menpora, kemampuan Zainudin juga diragukan.
Perkembangan olahraga Tanah Air di tangan Imam Nahrawi biasa-biasa saja. Stag!
Justru, potensi korupsinya sangat besar. Dua menteri olahraga pendahulu diterpa badai korupsi, Andi Mallarangeng dan Imam Nahrawi.
Tugas Zainudin berat. Dia harus bercermin dari dua kasus pendahulunya. Termasuk mengembalikan citra lembaga Kemenpora dalam 10 tahun terakhir, yang terlanjur dicitrakan buruk.
Soal sepakbola nasional, harapan Jokowi tentu juga harapan masyarakat, tertumpu pada sosok Zainudin.
Mampukah Zainudin memajukan sepakbola Indonesia? Mampukah Zainudin melawan mafia bola yang identic dengan pengaturan skor?
Itu dulu saja.
Kita tahu pos olahraga bagaikan hutan belantara. Banyak petualang bergentayangan siap menerkam.
Jika Zainudin tak hati-hati bukan tak mungkin dia akan bernasib sama dengan dua pendahulunya.
Yang jadi pertanyaan, jabatan menteri pendidikan diberikan pada Nadiem Makarim. Menteri paling muda. Milenial. Mantan bos Gojek.
Banyak yang menilai posisi ini tidak pas untuk Nadiem. Rekam jejaknya sebagai bos Gojek masih terlalu dini untuk mengurusi urusan pendidikan.
Perusahaan Gojek yang dipegangnya selama ini adalah perusahaan investasi asing. Mereka sedang menyedot uang dari konsumen RI.
Meski Gojek disebut-sebut sebagai decacom, Gojek masih belum stabil. Masih merugi. Gampangnya, perusahaan startup itu masih mencari jati diri.
Nadiem tidak seperti Sandiaga Uno, Erick Thohir, ataupun Dahlan Iskan dalam mengurus perusahaan.
Jika dianalogikan, posisi Nadiem masih sebatas pemain, bukan wasit. Sementara jabatan menteri adalah wasit.
Justru, tiga orang yang disebut tadi adalah wasit. Erick Thohir sudah pas memimpin BUMN, terlepas dari kontroversi dia. Sandiaga juga. Dahlan Iskan dulu juga begitu.
Tapi Nadiem, belum.
Apalagi sebelumnya ada pengakuan dari Perhimpunan Driver Online Indonesia (PDOI) Jawa Timur, sosok Nadiem dianggap belum mampu mensejahterakan mitranya.
Para driver online yang notabene mitranya sendiri komplain. Merasa kesejahteraannya jauh dari kata baik.
Analoginya, dalam skala kecil Nadiem belum mampu memimpin, apalagi memimpin rakyat dalam skala besar.
Padahal pos Mendikbud sangat strategis. Anggaran paling besar. Pidato Presiden Republik Indonesia mengenai Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 menyebutkan anggaran pendidikan pada 2020 sebesar Rp 505,8 triliun.
Angka ini hanya meningkat 2,7% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 492,5 triliun. Padahal, peningkatan pada 2019 mencapai 11,3%.
Meskipun kenaikannya tidak setinggi sebelumnya, alokasi anggaran pendidikan tetap dipertahankan pada 20% dari total belanja negara 2020 yang sebesar Rp 2.528,8 triliun.
Pemerintah berharap anggaran pendidikan ini dapat membangun kemampuan dasar anak-anak Indonesia, mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan dasar.
Apakah Nadiem mampu mengelola dana tersebut?
Ya, kita tidak boleh pesimis. Bisa saja menteri pilihan Jokowi merupakan pilihan yang tepat.
Sebab pada dasarnya kemampuan menteri adalah manajerial yang tepat, bukan berlatar belakang ini itu. Dan, yang paling disukai Jokowi adalah pekerja keras.
Kita berharap menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju adalah pilihan yang tepat. Andai tidak tepat, berarti mereka abal-abal.
Noviyanto Aji
Wartawan
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Jurnalisme Malas
- Ganjar, Antara Mimpi Jadi Capres dan Kasus Korupsi Bank Jateng
- Revolusi (Memang) Belum Selesai