Misteri Yingying

IA pun berhasil. Terhindar dari hukuman mati. Kamis lalu. Drama panjang ini pun berakhir.


Christensen lantas memotong kepala Zhang. Juga bagian-bagian tubuh yang lain. Untuk dibuang. Entah di mana.
 
Setelah Christensen dinyatakan sebagai tersangka, polisi melakukan pemeriksaan TKP. Diketahuilah ada bekas-bekas ceceran darah itu. Meski sudah dibersihkan.
 
Cincangan tubuh Zhang pasti dibawa keluar dari apartemen. Itu terlihat dari gerak anjing pelacak. Yang mengendus keluar apartemen. Tapi hanya sampai garasi. Setelah itu si anjing tidak bisa melakukan apa-apa.
 
Christensen pun diadili. Tidak di kota Campaign. Pengacaranya minta agar peradilan bisa dilakukan di kota lain. Untuk mendapat suasana yang netral.
 
Di Campaign terlalu banyak teman Zhang. Teman sedarahnya. Tekanan bisa besar. Dari mahasiswa di Urbana Campaign.
 
Hakim mengabulkannya. Christensen diadili di kota Peoria. Masih di negara bagian Illinois. Satu jam naik mobil dari Campaign.
 
Tapi hakim juga mengizinkan live streaming. Yang bisa diikuti di layar yang dipasang di pengadilan Campaign.
 
Ayah ibu Zhang juga didatangkan ke Amerika. Untuk melihat peradilan itu. Tapi ibunya terus menangis. Dia pilih anaknya kembali. Dibanding harus makan biaya besar di Amerika.
 
Seorang pengacara turunan Arab juga menggalang dana. Untuk orang tua Zhang. "Target dana yang kami kumpulkan 500 ribu dolar AS," kata Roaa Al Heeti. Pengacara kasus imigrasi di Campaign. Yang tampak selalu berjilbab itu. "Sekarang sudah terkumpul 159 ribu dolar AS,” katanya. Atau sudah setara hampir Rp 2 miliar.
 
Christensen terus menolak tuduhan jaksa. Ia tidak mau mengaku sebagai pembunuh Zhang.
 
Pengacaranya juga kesulitan. Tidak mungkin bisa membebaskan Christensen. Yang maksimal bisa dilakukan adalah: jangan dijatuhi hukuman mati. Target pengacara: bisa dihukum seumur hidup.
 
Perkara ini memang terlalu menarik perhatian. Sampai harus diadili di pengadilan federal. Bukan pengadilan lokal. Ancaman hukumannya memang tertinggi: hukuman mati.
 
Hanya saja Illinois termasuk negara bagian yang sudah menghapus hukuman mati. Sehingga, misalkan Christensen  dijatuhi hukuman mati, pelaksanaannya harus di Indiana. Negara bagian di sebelahnya.
 
Juri begitu sulit memutuskan. Kecenderungannya memang hukuman mati. Kecuali Christensen berubah di dua sikap.
 
Pertama, mengaku bersalah.
 
Kedua, memberitahukan di mana mayat Zhang dibuang. Atau dipendam. Atau diapakanlah.
 
Christensen tetap tidak mau mengaku.
 
Mayat Zhang tetap misterius.
 
Pengacara juga mencoba membelokkan perkara ini ke soal kejiwaan Christensen.
 
"Saat pembunuhan itu dilakukan jiwa Christensen lagi di ground zero. Lagi di titik terbawah," ujar pengacara.
 
"Perkawinannya gagal. Pacarnya pun membuat ia sulit," tambahnya.
 
Terbukti, kata pengacara, pagi-pagi itu Christensen membeli rum. Minuman keras. Berarti jiwanya lagi terguncang.
 
Tapi terdakwa tidak mau dibawa ke ahli jiwa. Juga tidak akan mau menjawab pertanyaan ahli jiwa.
 
Tapi juri tetap ragu untuk menjatuhkan hukuman mati.
 
Kamis lalu pun juri memutuskan: Christensen dijatuhi hukuman seumur hidup. Tepat dua tahun setelah pembunuhan itu dilakukan.
 
Mayat Zhang tetap tidak ditemukan.
 
Di kamar apartemennya, Zhang meninggalkan buku harian. Yang bisa bercerita betapa disiplin gadis ini. Juga betapa dia rindu pada pacarnya di Tiongkok. Yang sudah sepakat akan segera menikah. Bila Zhang sudah bergelar doktor nanti.
 
Zhang bertekad akan belajar keras. Agar cepat lulus.
 
Waktunya diatur sangat ketat. Untuk setiap makan Zhang hanya mengalokasikan waktu 20 menit. Untuk jogging juga 20 menit. Sisanya untuk belajar dan belajar.

Di buku harian itu juga tertulis. Tertanggal 1 Juni. Berarti tulisan terakhirnya.

"Hidup itu terlalu pendek," tulisnya, "untuk hanya menjadi biasa-biasa saja".

 

ikuti terus update berita rmoljatim di google news